NGREBUS yang merupakan kependekan dari ngomongin rencana busuk, adalah celotehan dari salah satu anak SMK yang ikut melingkari api unggunku malam itu. Catatan ini akan berisi tentang interaksiku bersama mereka. Dan bagaimana mereka menyelamatkan dua hari hidupku di Sukamantri. Bisa ku bilang, mereka para malaikat penyelamatku.
Aku tertawa spontan ketika mendengar istilah yang baru ku dengar itu. Mungkin ngrebus adalah istilah gaul yang sudah populer sejak lama. Sayangnya aku baru mendengarnya.
Ketua rombongan yang pertama kali merapat ke perapianku ternyata guru mereka. Mereka adalah semacam siswa-siswi yang tergabung dalam organisasi pecinta alam. Dan berkali-kali mereka menganggapku demikian. Awalnya obrolanku dengan sang guru tidak jauh-jauh dari kegiatan pembelajaran di sekolah mereka. Aku salut dengan dedikasinya dalam mengabdi untuk pendidikan dan anak-anak di sekolah.
Kemudian saat aku bercerita tentang asal kelahiranku, obrolan berlanjut tentang sejarah hubungan kerajaan Pajajaran dan kesultanan Cirebon. Aku baru tahu ternyata selain Walangsungsang dan Rarasantang, Prabu Siliwangi memiliki anak juga yang bernama Kiansantang. Pantas saja aku pernah mendengarnya di salah satu seri drama televisi.
Satu anak lain ikut bergabung, “pada ngrebus ini teh? ngiring, ah!” Obrolan kami mencair menjadi topik yang jenaka. Arsil, setelah dipancing oleh gurunya, dia mulai curhat tentang asmara. “Aduh, pak. Jangankan ketemu sama orangnya. Saya teh kalo denger nama dia disebut saja rasanya hancur.”
Rasanya pengen LOL dan ROFL atau ngakak guling-guling. Tetapi ketika ku lihat samar-samar keseriusan wajah Arsil dalam temaram api unggun yang mulai meredup, aku malah iba. Kemudian gurunya menimpali, “Begitulah Sil hidup teh. Kadang, ketika kita mencintai seorang wanita, teman kita juga mencintai dia.”
Sekitar tengah malam, obrolan kami terpotong karena masakan untuk makan malam mereka sudah siap. Aku pun turut diajak bersama mereka. Kita makan bersama di trash bag yang dipanjangkan. Menunya adalah nasi, mi goreng, ikan teri, dan beberapa iris sosis yang jarang ku lihat. “Kita teh tadi bawa banyak sosis, cuma yang dimasak dua butir aja. Sisanya ditampol (digado).”
Senang sekali rasanya diajak makan bersama. Karena bodohnya aku tidak membawa bekal sama sekali kecuali dua botol air. Tidak jadilah aku kembung masuk angin, pikirku. Aku ingat makanan yang masuk ke perutku baru tadi pagi saja.
Keesokan paginya, sepulang dari air terjun, saat aku melihat mereka sedang berkemas, aku melihat satu nesting menu makanan seperti semalam di dalam tendaku. Mereka bilang itu sarapan untukku. Kemudian ku dekati Arsil. Aku bertanya jika mereka punya kelebihan beras, biar ku beli saja. Karena rencananya aku akan memperpanjang satu malam.
Setelah lepas siang, mereka pamit pulang denganku. Satu-satu mereka menyalamiku. Salah satu dari mereka mengiringi momen ini dengan shalawat, “shallallah ‘ala Muhammad...”
Sejatinya kita tidak pernah sendiri. Selalu ada orang lain, melakukan hal yang sama dengan kita.
Tips dan Trik:
1. Silaturahmi itu mendatangkan rejeki. Bergaullah bersama pengunjung lain. Paling tidak kita sapa mereka.
2. Bawa perbekalan dan uang secukupnya. Di bumi perkemahan Sukamantri terdapat warung yang menjajakan makanan juga. Jika ingin praktis, bisa membeli makanan di sana.
3. Biasa tiket masuk per orang 20.000/ hari dan parkir sepeda motor 5000/ hari. Parkir mobil saya lupa tanya. Hahaha
No comments:
Post a Comment