Drama perjalanan menuju ke bumi perkemahan Sukamantri kemarin seakan sirna. Bagi yang belum menyimak ceritanya, bisa baca Perjalanan Seru ke Sukamantri.
Aku bergegas ke toilet untuk mengambil air wudhu kemudian shalat subuh. Shalat di alam terbuka nan indah seperti ini tiada duanya. Aku benar-benar merasa kecil. Sayangnya, bayangan sunrise membuatku tidak tahan berlama-lama menghadap kiblat. Ternyata imanku baru sekuat itu.
Langsung ku ambil handphone yang sengaja ku flightmode dari semalam agar masih tersisa baterai untuk mengambil beberapa gambar. Jekrak jekrek, geser kanan kiri, naik ke atas turun ke bawah, kulihat hasilnya di layar, cantik.. cantik.... Setelah puas, aku kembali ke api unggun untuk menghidupkan api agar badan ini lebih hangat.
Sunrise view di bumi perkemahan Sukamantri. Penggoda Iman! |
Aku pamit kepada para anak SMK, mereka sudah berbincang-bincang tentang menu masakan sarapan.
Aku mengikuti arah pipa air seperti yang dipesankan semalam oleh Pak Satpam, jika aku ingin pergi ke air terjun. Kemudian setelah aku tidak bisa melihat manusia lain lagi, jalan mulai setapak dan beberapa bagian terhalang oleh ranting dan dahan pohon, aku mulai merinding lagi. Setiap kali ada bunyi krasak krusuk, aku mulai waspada. Mungkin itu terdengar dilebih-lebihkan, tapi begitulah nyaliku.
Embun pagi yang masih belum terkena matahari karena rimbunan kanopi pohon membuat medan tanah dan batu yang menanjak terasa lebih licin. Beberapa kali aku tapalisi.
Satu hal yang membuatku ragu, sarang laba-laba seringkali menutupi jalan. Bukankah itu berarti jalan ini lama tidak dilalui manusia? Tetapi pipa air, pita yang sesekali ku temukan di batang pohon, dan daun yang tetanam di tanah membuat keyakinanku kembali. Ketika melewati sungai berbatu yang kering, aku mulai cemas. Akankah ku temui grojokan air terjun yang kepalaku bayangkan? Aku mulai menurunkan ekspektasi. Cinta bisa padam, sumber air pun bisa mengering. Bukankah begitu?
Sesampainya di air terjun, aku merasa menjadi makhluk lemah. Ku putarkan pandanganku, pepohonan menjulang tinggi, tampak gagah dan angker. Nyaliku ciut. Jika ada serangan apapun, matilah aku. Tidak ada satu orang pun yang akan datang memberikan pertolongan. Nyaliku ciut. Beberapa kali aku melakukan ritual permisi. “Tabe, saya mau lewat. Tabe.. saya mau duduk di batu besar ini. Tabe.. saya mau ikut makan dan minum di sini, ya. Hatur nuhun sadayanya, saya pamit dulu.”
Alhamdulillah, satu jam lebih saya aman duduk sendiri di batu besar itu, memperhatikan tawon yang mencari air di batu yang seharusnya menerjunkan air, memandangi kadal yang sigap menangkap nyamuk, dan menuliskan kisah perjalananku ini.
Alam begitu luas. Maha besar Tuhan yang menciptakan semuanya.
Tips dan Trik:
1. Isilah baterai handphone anda hingga penuh. Jika memiliki powerbank, bawa dalam keadaan penuh.
2. Untuk melakukan penanjakan, pastikan gunakan alas kaki anti selip.
3. Jika ingin ke air terjun, ikuti arah pipa. Pastikan jalan yang anda lalui pernah digunakan orang sebelumnya. Tandanya, ada jejak kaki yang masih segar dan dedaunan seperti terinjak oleh manusia. Beberapa batang pohon diikat oleh pita yang berwarna. Itu artinya jalan tersebut pernah digunakan orang lain.
4. Bersikaplah sopan dan santun jika berada di alam yang masih liar. Kita tidak ingin mengusik makhluk lain, bukan?
Final story perjalanan ini adalah NGREBUS di Sukamantri. Silahkan disimak. Hehe...
No comments:
Post a Comment