Saturday, 23 July 2016

Trip Carrebean of Java

Kisah perjalanan Trip Carrebean of Java atau Karimunjawa ini terjadi lima setengah tahun yang lalu.  Hahaha

Apa pulak!? Itu masa ketika yang dulu tambun sekarang singset, dan yang dulu singset sekarang tambah singset. Dulu jomblo merana sekarang bahagia tiada tara dan yang dulu PDKT sekarang udah nyusuin si dede. Yang paling drastis kemajuannya adalah, yang dulu mahasiswa, kerja banyak duit, punya pacar, dan jalan ke mana-mana.

Oya, sebelumnya terimakasih juga untuk perkembangan teknologi internet dan sosial media. 19 orang pelancong ini masih saling keep in touch di dunia maya.

Carrebean of Java adalah final part dari tulisan sebelumnya tentang trip Karimunjawa saya pertama kali bersama teman-teman kaskuser. Saya buat setengah dekade yang lalu. Tulisan ini juga sebenarnya sudah tayang beberapa hari setelah kami menyelesaikan trip. Hanya saja tidak saya posting di sini, tetapi di thread forum kaskus traveler sebagai laporan perjalanan kami.

Bagi yang belum baca bagian awalnya (jika susah mencari), berikut linknya di sini

Berikut kisah kami di Karimunjawa setengah dekade yang lalu. Selamat menyimak dan semoga berkenan. :p

Pagi hari di hari pertama tahun 2011. Awal tahun baru yang cerah. Hari ini kita akan menghabiskan seharian full keliling pulau dan bersenorkeling ria. Setelah bergantian mandi, kita sarapan dulu di alun-alun. Setelah itu berangkat ke pelabuhan nelayan yang jaraknya hanya beberapa meter saja dari alun-alun. Di sana guide dan ABK sudah tak sabar menunggu rombongan yang bersemboyan “'lugu outside liar inside'” ini. Habis keliatannya aja pada diem-diem, padahal…...

Matahari sudah tinggi saat kami meninggalkan pelabuhan nelayan. Hari ini kita hanya mencari spot snorkeling saja. Untuk sesi foto-foto, kami rencanakan besok di mainland. Tujuan pertama kami adalah pulau Menjangan besar yang tak jauh dari Karimunjawa. Di Menjangan besar kita akan bermain-main dengan hiu, Patrick, Nemo, dan Dori. Vina yang paling bernafsu untuk bermain air. Tetapi begitu kakinya masuk ke dalam air, betapa kagetnya dia karena dia merasakan serangan ikan mendadak. Kepanikan tergambar dari air wajahnya. Gimana kalo yang tadi gigit ikan hiu? Trus jarinya sudah hilang beberapa? Hahaha... Ternyata cuma ikan betok yang sedikit menggodanya. Ngga papa, Vin. Tak kenal maka tak sayang. Azeek..

Setelah puas bermain-main dengan hiu, kami melanjutkan ke spot berikutnya di belakang pulau Menjangan besar. Spot snorkeling di tengah-tengah laut. Di sana sudah ada tiga kapal lain yang tertambat. Tapi tak lama setelah kami datang, mereka langsung angkat jangkar. Ini adalah spot snorkeling pertama kami. Karena kalau di penangkaran hiu tadi hanya pemanasan saja.

Tak terasa tengah hari sudah kami lewati. Guide mengajak kami mencari tempat untuk istirahat sejenak sambil makan siang. Kami diajak ke Tanjung Selaka di tepi timur pulau Karimunjawa...

Setelah tenaga sudah full, kami kembali beraktifitas di pantai kecil nan eksotis ini. Kami bermain-main di pantai, perang pasir putih yang lembut, buat istana pasir *sebenernya lebih mirip kurungan ayam* dan tentu saja poto-poto. Di sinilah keliaran kami mulai terlihat. Satu demi satu pakaian dilucuti dan tanpa ragu mereka berpose sure dan berrrrani!

Sudah puas main dipantai, kami mau snorkeling lagi. Guide mengajak kami ke satu spot lagi di tengah laut, masih di sisi timur Karimunjawa. Ini adalah spot terakhir untuk hari ini. Setelah kami puas melihat pemandangan air bawah laut dengan ikan dan coral yang mempesona, ABK langsung mengantar kami pulang ke Pelabuhan.

Ketika kapal mendekati pelabuhan, betapa terkejutnya saat ketika melihat KMP Muria masih bersandar di tepi dermaga. Itu artinya hari ini Fery ngga nyebrang. Mungkin karena tidak mendapat ijin berlayar dari Syahbandar. Dan itu artinya semua jadwal keberangkatan kapal dari dan ke Jepara maju 1 hari. Dan itu artinya juga kita harus pulang lebih cepat.

Hari kedua (2 Januari 2011). Kita kesiangaaaaan...!!! harusnya jam 05.00 udah pada bangun dan beli tiket. Padahal tiket kapal untuk keberangkatan hari ini sudah mulai dari kemarin. Kita 19 orang, dan sempat-sempet kesiangan. Tetapi emang biasanya para wisatawan laut begitu. Hari ketiga biasanya pada tepar. Dengan harapan penuh, salah satu diantara kita pergi ke pelabuhan jam 06.00. Tapi betul saja, harapan sirna. Tiket sudah habis. Kami meratapi nasib di homestay.

Mau nggak mau kita akan pulang tanggal 4. Horeeee...!!! Kita semua seneng. Malah si Lova pengen selama di sini. Dasar naturalisasi. Dia mau bikin passport ke pak RT di pulau Tengah.

Okay, karena ga jadi pulang cepat kita lanjutkan cerita hari kedua.

Hari kedua kita nyari spot buat foto-foto seperti rencana awal. Masih dengan kapal dan guide yang sama (we don'’t like both of them, not recomended). Kita hanya di ajak berkeliling lagi-lagi di sebelah timur pulau. Kita mengunjungi; Pulau Gosong, Pulau Tengah, dan Pulau Cilik. Pulangnya kita mampir di Legon Lele. Semacam teluk yang banyak bakau mirip raja ampat papua (dimirip-miripin aja biar seneng). Di sini kita mendapat Lion Fish sepasang. Kalo kena durinya yang tiba-tiba berdiri ketika terancam, korban harus diinjeksi berkali-kali. Kalo engga, dia bisa nyanyi-nyanyi sepanjang hari sepanjang malam. Bahkan lagu yang nggak hapal atau nggak ada pun jadi hapal. Karena berbahaya, kita buang saja sepasang ikan itu.

Hari ketiga (3 Januari 2011). Harusnya hari ini kita pulang. Cuma karena kita ingin berlama-lama di sini (cynic), akhirnya kita pulang besok aja. Kita membuat rencana dadakan, mau snorkeling lagi. Puas-puasin sebelum besok pulang. Dan akhirnyaaaa... kita pergi ke sisi Barat Pulau Karimunjawaaa... Horeeee!!

Dengan kapal yang beda, lebih besar dan gagah, dan tentu saja dengan guide yang beda juga (yang ini recomended banget). Begitu kapal meninggalkan pelabuhan, kita langsung teriak-teriak. Wwoohoooo...” gelombangnya dahsyaaaaat!!! Pantesan aja dari kemaren gada yang berani ke sini. Sejauh mata memandang pun nggak ada kapal lain yang berani melaut. Di hari ketiga ini, kami seperti baru melakukan hopping island karena sensasinya ruaaarrrrr biasaaaa...

Kami mengunjungi pulau Cemara besar untuk bermain-main pasir, mencari telor penyu yang konon dijual ke penangkaran, dan tentu saja snorkeling. Lagi-lagi Vina digigit ikan bletok. Emang dia terlihat empuk sih. Jadi si ikan napsu betul sama dia. Terakhir kita mengunjungi Tanjung Gelam, sisi paling barat pulau Karimunjawa untuk menikmati keindahan sore hari. Di Tanjung Gelam, kita menemukan lagi keluarga besar Nemo. Ada lima ekor, 2 indukan dan 3 lagi anaknya. Mereka sedang bermain-main di anemon laut. Sesekali anak Nemo yang kecil bersembunyi di balik Anemon laut. Sebesar apapun gelombang laut mereka tak pernah jauh dari rumahnya. Sweet! Aktifitas terakhir kita adalah berpoto-poto di tebing karang yang menjulang.

Dengan Penuh kepuasan, kita kembali ke pelabuhan dengan perasaan yang campur aduk. Besok kita sudah tidak bisa lagi melewati hari-hari seperti tiga hari super owsem yang telah kami lalui.

Keesokan harinya (4 Januari 2011), kami berkemas-kemas dan untuk terakhir kalinya sarapan di alun-alun Karimunjawa. Dengan berbekal uang pas-pasan untuk pulang, kamipun dengan lapang dada harus angkat kaki dari Karimun Jawa. Good bye, Carribean of Java...! Kita telah meninggalkan sebagian hidup kita di sini. Tikno juga telah meninggalkan sebagian tubuhnya di sini. Tak akan terlupakan. Beberapa saat kemudian kita sudah berada di kapal Fery yang akan membawa kita kembali ke Jepara dan melanjiukan perjalanan ke tempat masing-masing. Kami berpisah di Pelabuhan Kartini dan siap menjalani kenyataan hidup.

The End

Friday, 22 July 2016

Trip Ujung Genteng: Melepas Tukik ke Samudera hindia (Part I)

Ujung Genteng seperti sebuah lokasi yang berada di ujung antah berantah. Ternyata tidak juga. Perjalanan pertama kaliku bersama teman-teman ke dari Jakarta ke Ujung Genteng kami tempuh dengan transportasi umum saja. Ya.. walaupun agak sedikit ngga umum dalam perjalanan setengah terakhir.

Transportasi dari Jakarta ke Ujung Genteng kami gunakan kereta api. Kereta api masih menjadi pilihan favoritku. Jika dalam perjalanan yang cukup jauh ada pilihan transportasi bus atau mobil dan kereta api, aku pasti memilih kereta api. Menggunakan kereta api berarti bebas macet, sehingga perjalanan cenderung lebih cepat.

Rute yang kami tempuh melalui Bogor, Sukabumi, kemudian Ujung Genteng. Kami berangkat menggunakan commuter line dari Jakarta menuju stasiun Bogor. Dari Stasiun Bogor, kita harus berjalan sedikit ke Stasiun Paledang yang hanya berjarak beberapa meter. Dari stasiun Paledang, kita lanjutkan perjalanan ke stasiun Sukabumi. Sudah sampai setengah perjalanan! Cepat, bukan?

Kami sampai di Sukabumi menjelang tengah malam. Sehingga harus tinggal dulu di kota mochi-mochi ini dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Lucunya, kami berempat tinggal di rumah Lut yang baru ku kenal,  yang merupakan pacarnya teman kami, Jaka.
Apanya yang lucu?
ZABARR, KAK..

Kami berempat mengenal Jaka dengan cara dan di tempat yang berbeda. Ajeng mengenal Jaka di Bandung karena sama-sama kuliah di ITB. Ilham mengenal Jaka karena pernah berada di Halmahera dalam waktu yang bersamaan untuk pekerjaan mereka masing-masing. Sinta mengenal Jaka karena saat itu sama-sama bekerja di Lampung. Dan aku mengenal Jaka karena kami sama-sama berasal dari Cirebon? Temanku bilang bukan karena sempitnya dunia. Tetapi pergaulan kita yang begitu luas. Azeeek.. Hahaha...

Keesokan harinya, kami melanjutkan perjalanan setelah subuh. Kami menggunakan mobil saudaranya Lut. Lut dan beberapa anggota keluarganya juga turut serta. Karena sekalian mereka ingin bersilaturahmi ke rumah saudara mereka yang dekat dengan pantai Taimina Jaya. Untunglah mereka hobi jalan-jalan dan silaturahmi juga. Kami hanya menyumbang bensin saja waktu itu.

Beberapa bagian jalan sepanjang perjalanan dari Sukabumi menuju Ujung Genteng tidak terlalu mulus, namun perkebunan teh dan alam yang hijau membuat perjalanan ini lebih menyenangkan.

Sebelum mereka menurunkan kami di Ujung Genteng, kami sempat mampir di pantai Taimina Jaya. Pantai berbatu karang di sisi selatan pulau Jawa. Tempat wisata ini cukup ramai dikunjungi wasatawan. Keluarga Lut membuka perbekalan mereka. Santapan ikan segar, sambal, jengkol, dan petai membuatku kekenyangan dan sedikit terbuai oleh semilir angin pantai selatan Jawa.

Thursday, 21 July 2016

NGREBUS di Sukamantri (Final)

NGREBUS yang merupakan kependekan dari ngomongin rencana busuk, adalah celotehan dari salah satu anak SMK yang ikut melingkari api unggunku malam itu. Catatan ini akan berisi tentang interaksiku bersama mereka. Dan bagaimana mereka menyelamatkan dua hari hidupku di Sukamantri. Bisa ku bilang, mereka para malaikat penyelamatku.

Aku tertawa spontan ketika mendengar istilah yang baru ku dengar itu. Mungkin ngrebus adalah istilah gaul yang sudah populer sejak lama. Sayangnya aku baru mendengarnya.

Ketua rombongan yang pertama kali merapat ke perapianku ternyata guru mereka. Mereka adalah semacam siswa-siswi yang tergabung dalam organisasi pecinta alam. Dan berkali-kali mereka menganggapku demikian. Awalnya obrolanku dengan sang guru tidak jauh-jauh dari kegiatan pembelajaran di sekolah mereka. Aku salut dengan dedikasinya dalam mengabdi untuk pendidikan dan anak-anak di sekolah.

Kemudian saat aku bercerita tentang asal kelahiranku, obrolan berlanjut tentang sejarah hubungan kerajaan Pajajaran dan kesultanan Cirebon. Aku baru tahu ternyata selain Walangsungsang dan Rarasantang, Prabu Siliwangi memiliki anak juga yang bernama Kiansantang. Pantas saja aku pernah mendengarnya di salah satu seri drama televisi.

Satu anak lain ikut bergabung, “pada ngrebus ini teh? ngiring, ah!” Obrolan kami mencair menjadi topik yang jenaka. Arsil, setelah dipancing oleh gurunya, dia mulai curhat tentang asmara. “Aduh, pak. Jangankan ketemu sama orangnya. Saya teh kalo denger nama dia disebut saja rasanya hancur.” Rasanya pengen LOL dan ROFL atau ngakak guling-guling. Tetapi ketika ku lihat samar-samar keseriusan wajah Arsil dalam temaram api unggun yang mulai meredup, aku malah iba. Kemudian gurunya menimpali, “Begitulah Sil hidup teh. Kadang, ketika kita mencintai seorang wanita, teman kita juga mencintai dia.”

Sekitar tengah malam, obrolan kami terpotong karena masakan untuk makan malam mereka sudah siap. Aku pun turut diajak bersama mereka. Kita makan bersama di trash bag yang dipanjangkan. Menunya adalah nasi, mi goreng, ikan teri, dan beberapa iris sosis yang jarang ku lihat. “Kita teh tadi bawa banyak sosis, cuma yang dimasak dua butir aja. Sisanya ditampol (digado).”

Senang sekali rasanya diajak makan bersama. Karena bodohnya aku tidak membawa bekal sama sekali kecuali dua botol air. Tidak jadilah aku kembung masuk angin, pikirku. Aku ingat makanan yang masuk ke perutku baru tadi pagi saja.

Keesokan paginya, sepulang dari air terjun, saat aku melihat mereka sedang berkemas, aku melihat satu nesting menu makanan seperti semalam di dalam tendaku. Mereka bilang itu sarapan untukku. Kemudian ku dekati Arsil. Aku bertanya jika mereka punya kelebihan beras, biar ku beli saja. Karena rencananya aku akan memperpanjang satu malam.

Setelah lepas siang, mereka pamit pulang denganku. Satu-satu mereka menyalamiku. Salah satu dari mereka mengiringi momen ini dengan shalawat, “shallallah ‘ala Muhammad...”

Sejatinya kita tidak pernah sendiri. Selalu ada orang lain, melakukan hal yang sama dengan kita.

Tips dan Trik:

1. Silaturahmi itu mendatangkan rejeki. Bergaullah bersama pengunjung lain. Paling tidak kita sapa mereka.

2. Bawa perbekalan dan uang secukupnya. Di bumi perkemahan Sukamantri terdapat warung yang menjajakan makanan juga. Jika ingin praktis, bisa membeli makanan di sana.

3. Biasa tiket masuk per orang 20.000/ hari dan parkir sepeda motor 5000/ hari. Parkir mobil saya lupa tanya. Hahaha

Wednesday, 20 July 2016

Berkemah Di Sukamantri (Part II)

Bangun tidur dengan senyuman, seperti Jihan Fahira dalam iklan minuman penyegar panas dalam, itulah yang aku alami di hari keduaku berada di Sukman (sebutan anak gaul untuk bumi perkemahan Sukamantri). Begitu membuka resleting tenda, aku langsung melihat warna jingga kemerahan diujung langit timur dengan lembah hijau yang masih tersamarkan. Udara pun terasa begitu segar, walaupun tidak ada air terjun seperti yang dimiliki Jihan Fahira.

Drama perjalanan menuju ke bumi perkemahan Sukamantri kemarin seakan sirna. Bagi yang belum menyimak ceritanya, bisa baca Perjalanan Seru ke Sukamantri.

Aku bergegas ke toilet untuk mengambil air wudhu kemudian shalat subuh. Shalat di alam terbuka nan indah seperti ini tiada duanya. Aku benar-benar merasa kecil. Sayangnya, bayangan sunrise membuatku tidak tahan berlama-lama menghadap kiblat. Ternyata imanku baru sekuat itu.

Langsung ku ambil handphone yang sengaja ku flightmode dari semalam agar masih tersisa baterai untuk mengambil beberapa gambar. Jekrak jekrek, geser kanan kiri, naik ke atas turun ke bawah, kulihat hasilnya di layar, cantik.. cantik.... Setelah puas, aku kembali ke api unggun untuk menghidupkan api agar badan ini lebih hangat.

Sunrise view di bumi perkemahan Sukamantri. Penggoda Iman!
Ku lihat rombongan anak-anak SMK itu mulai bangun satu per satu masih dengan selimut mereka dan langsung bergerombol untuk saling menghangatkan. Aku mengemasi isi tendaku karena bayangan air terjun sudah meluncur dengan indah di kepalaku. Ku pastikan semua barang masuk ke dalam tas. Jangan sampai sekembalinya dari air terjun nanti, barang-barangku teracak-acak oleh monyet-monyet hutan. Iya, aku melihat mereka banyak sekali dan terlihat penasaran dengan aktifitas manusia dan barang-barangnya.



Aku pamit kepada para anak SMK, mereka sudah berbincang-bincang tentang menu masakan sarapan.

Aku mengikuti arah pipa air seperti yang dipesankan semalam oleh Pak Satpam, jika aku ingin pergi ke air terjun. Kemudian setelah aku tidak bisa melihat manusia lain lagi, jalan mulai setapak dan beberapa bagian terhalang oleh ranting dan dahan pohon, aku mulai merinding lagi. Setiap kali ada bunyi krasak krusuk, aku mulai waspada. Mungkin itu terdengar dilebih-lebihkan, tapi begitulah nyaliku.

Embun pagi yang masih belum terkena matahari karena rimbunan kanopi pohon membuat medan tanah dan batu yang menanjak terasa lebih licin. Beberapa kali aku tapalisi.

Satu hal yang membuatku ragu, sarang laba-laba seringkali menutupi jalan. Bukankah itu berarti jalan ini lama tidak dilalui manusia? Tetapi pipa air, pita yang sesekali ku temukan di batang pohon, dan daun yang tetanam di tanah membuat keyakinanku kembali. Ketika melewati sungai berbatu yang kering, aku mulai cemas. Akankah ku temui grojokan air terjun yang kepalaku bayangkan? Aku mulai menurunkan ekspektasi. Cinta bisa padam, sumber air pun bisa mengering. Bukankah begitu?

Sesampainya di air terjun, aku merasa menjadi makhluk lemah. Ku putarkan pandanganku, pepohonan menjulang tinggi, tampak gagah dan angker. Nyaliku ciut. Jika ada serangan apapun, matilah aku. Tidak ada satu orang pun yang akan datang memberikan pertolongan. Nyaliku ciut. Beberapa kali aku melakukan ritual permisi. “Tabe, saya mau lewat. Tabe.. saya mau duduk di batu besar ini. Tabe.. saya mau ikut makan dan minum di sini, ya. Hatur nuhun sadayanya, saya pamit dulu.”

Alhamdulillah, satu jam lebih saya aman duduk sendiri di batu besar itu, memperhatikan tawon yang mencari air di batu yang seharusnya menerjunkan air, memandangi kadal yang sigap menangkap nyamuk, dan menuliskan kisah perjalananku ini.

Alam begitu luas. Maha besar Tuhan yang menciptakan semuanya.

Tips dan Trik:

1. Isilah baterai handphone anda hingga penuh. Jika memiliki powerbank, bawa dalam keadaan penuh.

2. Untuk melakukan penanjakan, pastikan gunakan alas kaki anti selip.

3. Jika ingin ke air terjun, ikuti arah pipa. Pastikan jalan yang anda lalui pernah digunakan orang sebelumnya. Tandanya, ada jejak kaki yang masih segar dan dedaunan seperti terinjak oleh manusia. Beberapa batang pohon diikat oleh pita yang berwarna. Itu artinya jalan tersebut pernah digunakan orang lain.

4. Bersikaplah sopan dan santun jika berada di alam yang masih liar. Kita tidak ingin mengusik makhluk lain, bukan?

Final story perjalanan ini adalah NGREBUS di Sukamantri. Silahkan disimak. Hehe...

Sunday, 17 July 2016

Perjalanan Seru ke Sukamatri

Aku belum terlalu dekat dengan alam liar, hanya beberapa kali saja berkesempatan untuk menjelajahinya. Definisi alam liarku mungkin juga berbeda dengan kalian. Di usia yang sudah melewati seperempat hidup ini, aku merasa belum terlambat untuk menjelajah alam bebas yang harus terus kita lestarikan dan jaga sama-sama.

Ketika ada kesempatan untuk mensyukuri keindahan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, aku ingin mencoba kembali kemping. Ku pilih lokasi yang tidak terlalu jauh dari Jakarta dan aku perkirakan tidak terlalu ekstrim, karena aku akan berke-liar-an seorang diri. Ku ketik 'camping' di laptop dan Google langsung menunjukkan bumi perkemahan Sukamatri di ketinggian 800an mdpl kaki gunung Halimun Salak, Bogor.

Aku baca beberapa cerita perjalanan orang yang sudah pernah ke sana. Kemudian mengecek lokasinya di Google maps. Setelah ku rasa cukup banyak informasi yang dibutuhkan, aku mengangguk dan membatin, inilah yang aku mau!

Beberapa hari kemudian ku kemas beberapa pakaian, alat mandi, nesting, kompor dan tabung gas hi cook, tenda, sleeping bag, senter, dan jas hujan ke dalam tas 35 literku. Setelah shalat ashar, aku beranjak dengan sepeda motor yang ku isi penuh bahan bakar terlebih dahulu.

Iya, aku pergi dengan Motor saja. Toh aku jalan santai. Tidak ada waktu yang ku buru. Aku akan menikmati perjalanan ini ((((SEORANG DIRI)))) MWIHIHIHI

Aku memilih rute yang melewati Pancoran dan tembus lurus melalui Jalan Raya Bogor, Kebun Raya Bogor, Bumi Perkemahan. Apa? Pancoran, Jalan Raya Bogor, Kebun Raya Bogor, Bumi Perkemahan!! Sekali lagi... Pancoran, Jalan Raya Bogor, Kebun Raya Bogor, Bumi Perkemahan!!! Berhasil! Berhasil! Hore!!!

Namun perjalanan tak semudah seperti yang diharapkan Dora. Kemampuan spasialku yang pas-pasan membuatku harus sering-sering menengok Google maps dan bertanya kepada orang. Terlebih rute dari Kebun Raya Bogor menuju Bumi Perkemahan.

Menurut cerita orang yang sudah pernah ke sana, beberapa kilometer menjelang lokasi, akan ditemukan jalan bebatu. Aku pikir akan biasa-biasa saja. Aku merasa telah melewati jalan terburuk dalam hidupku. Allahu akbaaar... Ternyata jalan yang ku tempuh menuju Sukamatri ini lebih buruk. Batu-batu besar membuatku ajluk-ajlukan di atas motor. Di tambah hari sudah gelap, kanan kiriku hutan, dan baru ku ingat ini malam Jumat.

Berkali-kali aku merinding ketika kepalaku memikirkan hal yang tidak-tidak tentang makhluk halus dan hewan buas. Aku takut kehabisan bensin dan tersesat di dalam gunung seperti yang sering diberitakan. Kan, tidak lucu kalau aku terkenal gara-gara tersesat di kaki gunung salak.

Setiap kali ku lihat cahaya, aku berharap itu tujuanku. Pertama kali ku dapati cahaya, ternyata itu milik orang yang sedang memuat pasir. Kedua kali pun demikian. Udara semakin dingin, jalan semakin berkelok dan menanjak, ditambah kabut mulai turun membuatku semakin gelisah. Bagaimana kalau ban motor kempes karena terhantam batu-batu runcing ini? Bagaimana jika motor mogok di tengah-tengah hutan yang gulita?

Ku lihat lagi ada cahaya di atas sana. Mudah-mudahan inilah dia. Tapi sengaja aku turunkan ekspektasi. Aku tak ingin kecewa lagi dan lagi. Sakit! Ternyata betul! Aku sudah sampai di Bumi Perkemahan Sukamatri. Alhamdulillah.. Kegelisahanku langsung sirna seketika. Bapak satpam datang membawa senter dari powerbanknya menyambutku.

Setelah sejenak beristirahat, mengobrol dengan satpam, membayar karcis, dan memarkir sepeda motor, satpam mengantarku untuk memilih lokasi untuk mendirikan tenda. Dia bilang ada 15 orang yang baru datang beberapa saat sebelumku. Aku memilih lokasi dekat dengan mereka. Jika aku mimpi buruk, paling tidak ada yang akan berbaik hati membangunkanku.

Tenda aku dirikan di undakan di atas mereka dan tidak terlalu jauh dari toilet. Setelah tenda berdiri aku bergegas shalat terlebih dahulu. Kemudian aku mencari kayu bakar untuk membuat api. Beberapa saat kemudian salah satu dari mereka menghampiriku, yang ternyata ketua amggota mereka. Disusul beberapa anggora lain mulai datang mengitari api. Kami berbincang-bincang hingga larut dan kembali ke tenda masing-masing. Tenang sekali yang ku rasakan. Udara segar, bunyi serangga malam, dan rasa lelah membuatku tak lama terhanyut dalam tidur lelap.

Tips dan Trik:

Perjalanan saya selalu berbau drama. Sebenarnya ada banyak cara praktis yang bisa orang normal gunakan. 1. Ajaklah teman atau keluarga untuk bepergian ke tempat baru yang letaknya jauh dari peradaban, seperti bumi perkemahan Sukamantri ini. Membawa teman akan lebih memudahkan banyak hal tentunya. Tetapi jika anda ingin merasakan perjalanan yang menantang adrenalin, ikuti saja saya.

2. Jika anda ingin menggunakan transportasai umum, ada banyak pilihan transportasi Jakarta-Bogor. Anda bisa menggunakan commuter line Jakarta-Bogor dan APTB. Kemudian dilanjutkan dengan angkot ke arah Ciapus sampai pertigaan di mana anda akan mulai menemukan jalanan jelek.

3. Benda yang wajib anda bawa ketika bepergian ke alam liar adalah pisau, korek api, senter, dan jas hujan

4. Lebih aman jika anda sampai di bumi perkemahan Sukamantri sebelum matahari tenggelam. Medan perjalanan lebih membahayakan jika dilakukan di malam hari.