Kisah perjalanan Trip Carrebean of Java atau Karimunjawa ini terjadi lima setengah tahun yang lalu. Hahaha
Apa pulak!? Itu masa ketika yang dulu tambun sekarang singset, dan yang dulu singset sekarang tambah singset. Dulu jomblo merana sekarang bahagia tiada tara dan yang dulu PDKT sekarang udah nyusuin si dede. Yang paling drastis kemajuannya adalah, yang dulu mahasiswa, kerja banyak duit, punya pacar, dan jalan ke mana-mana.
Oya, sebelumnya terimakasih juga untuk perkembangan teknologi internet dan sosial media. 19 orang pelancong ini masih saling keep in touch di dunia maya.
Carrebean of Java adalah final part dari tulisan sebelumnya tentang trip Karimunjawa saya pertama kali bersama teman-teman kaskuser. Saya buat setengah dekade yang lalu. Tulisan ini juga sebenarnya sudah tayang beberapa hari setelah kami menyelesaikan trip. Hanya saja tidak saya posting di sini, tetapi di thread forum kaskus traveler sebagai laporan perjalanan kami.
Bagi yang belum baca bagian awalnya (jika susah mencari), berikut linknya di sini
Berikut kisah kami di Karimunjawa setengah dekade yang lalu. Selamat menyimak dan semoga berkenan. :p
Pagi hari di hari pertama tahun 2011. Awal tahun baru yang cerah. Hari ini kita akan menghabiskan seharian full keliling pulau dan bersenorkeling ria. Setelah bergantian mandi, kita sarapan dulu di alun-alun. Setelah itu berangkat ke pelabuhan nelayan yang jaraknya hanya beberapa meter saja dari alun-alun. Di sana guide dan ABK sudah tak sabar menunggu rombongan yang bersemboyan “'lugu outside liar inside'” ini. Habis keliatannya aja pada diem-diem, padahal…...
Matahari sudah tinggi saat kami meninggalkan pelabuhan nelayan. Hari ini kita hanya mencari spot snorkeling saja. Untuk sesi foto-foto, kami rencanakan besok di mainland. Tujuan pertama kami adalah pulau Menjangan besar yang tak jauh dari Karimunjawa. Di Menjangan besar kita akan bermain-main dengan hiu, Patrick, Nemo, dan Dori. Vina yang paling bernafsu untuk bermain air. Tetapi begitu kakinya masuk ke dalam air, betapa kagetnya dia karena dia merasakan serangan ikan mendadak. Kepanikan tergambar dari air wajahnya. Gimana kalo yang tadi gigit ikan hiu? Trus jarinya sudah hilang beberapa? Hahaha... Ternyata cuma ikan betok yang sedikit menggodanya. Ngga papa, Vin. Tak kenal maka tak sayang. Azeek..
Setelah puas bermain-main dengan hiu, kami melanjutkan ke spot berikutnya di belakang pulau Menjangan besar. Spot snorkeling di tengah-tengah laut. Di sana sudah ada tiga kapal lain yang tertambat. Tapi tak lama setelah kami datang, mereka langsung angkat jangkar. Ini adalah spot snorkeling pertama kami. Karena kalau di penangkaran hiu tadi hanya pemanasan saja.
Tak terasa tengah hari sudah kami lewati. Guide mengajak kami mencari tempat untuk istirahat sejenak sambil makan siang. Kami diajak ke Tanjung Selaka di tepi timur pulau Karimunjawa...
Setelah tenaga sudah full, kami kembali beraktifitas di pantai kecil nan eksotis ini. Kami bermain-main di pantai, perang pasir putih yang lembut, buat istana pasir *sebenernya lebih mirip kurungan ayam* dan tentu saja poto-poto. Di sinilah keliaran kami mulai terlihat. Satu demi satu pakaian dilucuti dan tanpa ragu mereka berpose sure dan berrrrani!
Sudah puas main dipantai, kami mau snorkeling lagi. Guide mengajak kami ke satu spot lagi di tengah laut, masih di sisi timur Karimunjawa. Ini adalah spot terakhir untuk hari ini. Setelah kami puas melihat pemandangan air bawah laut dengan ikan dan coral yang mempesona, ABK langsung mengantar kami pulang ke Pelabuhan.
Ketika kapal mendekati pelabuhan, betapa terkejutnya saat ketika melihat KMP Muria masih bersandar di tepi dermaga. Itu artinya hari ini Fery ngga nyebrang. Mungkin karena tidak mendapat ijin berlayar dari Syahbandar. Dan itu artinya semua jadwal keberangkatan kapal dari dan ke Jepara maju 1 hari. Dan itu artinya juga kita harus pulang lebih cepat.
Hari kedua (2 Januari 2011). Kita kesiangaaaaan...!!! harusnya jam 05.00 udah pada bangun dan beli tiket. Padahal tiket kapal untuk keberangkatan hari ini sudah mulai dari kemarin. Kita 19 orang, dan sempat-sempet kesiangan. Tetapi emang biasanya para wisatawan laut begitu. Hari ketiga biasanya pada tepar. Dengan harapan penuh, salah satu diantara kita pergi ke pelabuhan jam 06.00. Tapi betul saja, harapan sirna. Tiket sudah habis. Kami meratapi nasib di homestay.
Mau nggak mau kita akan pulang tanggal 4. Horeeee...!!! Kita semua seneng. Malah si Lova pengen selama di sini. Dasar naturalisasi. Dia mau bikin passport ke pak RT di pulau Tengah.
Okay, karena ga jadi pulang cepat kita lanjutkan cerita hari kedua.
Hari kedua kita nyari spot buat foto-foto seperti rencana awal. Masih dengan kapal dan guide yang sama (we don'’t like both of them, not recomended). Kita hanya di ajak berkeliling lagi-lagi di sebelah timur pulau. Kita mengunjungi; Pulau Gosong, Pulau Tengah, dan Pulau Cilik. Pulangnya kita mampir di Legon Lele. Semacam teluk yang banyak bakau mirip raja ampat papua (dimirip-miripin aja biar seneng). Di sini kita mendapat Lion Fish sepasang. Kalo kena durinya yang tiba-tiba berdiri ketika terancam, korban harus diinjeksi berkali-kali. Kalo engga, dia bisa nyanyi-nyanyi sepanjang hari sepanjang malam. Bahkan lagu yang nggak hapal atau nggak ada pun jadi hapal. Karena berbahaya, kita buang saja sepasang ikan itu.
Hari ketiga (3 Januari 2011). Harusnya hari ini kita pulang. Cuma karena kita ingin berlama-lama di sini (cynic), akhirnya kita pulang besok aja. Kita membuat rencana dadakan, mau snorkeling lagi. Puas-puasin sebelum besok pulang. Dan akhirnyaaaa... kita pergi ke sisi Barat Pulau Karimunjawaaa... Horeeee!!
Dengan kapal yang beda, lebih besar dan gagah, dan tentu saja dengan guide yang beda juga (yang ini recomended banget). Begitu kapal meninggalkan pelabuhan, kita langsung teriak-teriak. Wwoohoooo...” gelombangnya dahsyaaaaat!!! Pantesan aja dari kemaren gada yang berani ke sini. Sejauh mata memandang pun nggak ada kapal lain yang berani melaut. Di hari ketiga ini, kami seperti baru melakukan hopping island karena sensasinya ruaaarrrrr biasaaaa...
Kami mengunjungi pulau Cemara besar untuk bermain-main pasir, mencari telor penyu yang konon dijual ke penangkaran, dan tentu saja snorkeling. Lagi-lagi Vina digigit ikan bletok. Emang dia terlihat empuk sih. Jadi si ikan napsu betul sama dia. Terakhir kita mengunjungi Tanjung Gelam, sisi paling barat pulau Karimunjawa untuk menikmati keindahan sore hari. Di Tanjung Gelam, kita menemukan lagi keluarga besar Nemo. Ada lima ekor, 2 indukan dan 3 lagi anaknya. Mereka sedang bermain-main di anemon laut. Sesekali anak Nemo yang kecil bersembunyi di balik Anemon laut. Sebesar apapun gelombang laut mereka tak pernah jauh dari rumahnya. Sweet! Aktifitas terakhir kita adalah berpoto-poto di tebing karang yang menjulang.
Dengan Penuh kepuasan, kita kembali ke pelabuhan dengan perasaan yang campur aduk. Besok kita sudah tidak bisa lagi melewati hari-hari seperti tiga hari super owsem yang telah kami lalui.
Keesokan harinya (4 Januari 2011), kami berkemas-kemas dan untuk terakhir kalinya sarapan di alun-alun Karimunjawa. Dengan berbekal uang pas-pasan untuk pulang, kamipun dengan lapang dada harus angkat kaki dari Karimun Jawa. Good bye, Carribean of Java...! Kita telah meninggalkan sebagian hidup kita di sini. Tikno juga telah meninggalkan sebagian tubuhnya di sini. Tak akan terlupakan. Beberapa saat kemudian kita sudah berada di kapal Fery yang akan membawa kita kembali ke Jepara dan melanjiukan perjalanan ke tempat masing-masing. Kami berpisah di Pelabuhan Kartini dan siap menjalani kenyataan hidup.
The End
umuRansel
Alam punya banyak cerita. Indonesia punya banyak cerita di setiap jengkalnya. Jangan sampai dibilang 'kurang piknik'. Buat ceritamu!
Saturday, 23 July 2016
Friday, 22 July 2016
Trip Ujung Genteng: Melepas Tukik ke Samudera hindia (Part I)
Ujung Genteng seperti sebuah lokasi yang berada di ujung antah berantah. Ternyata tidak juga. Perjalanan pertama kaliku bersama teman-teman ke dari Jakarta ke Ujung Genteng kami tempuh dengan transportasi umum saja. Ya.. walaupun agak sedikit ngga umum dalam perjalanan setengah terakhir.
Transportasi dari Jakarta ke Ujung Genteng kami gunakan kereta api. Kereta api masih menjadi pilihan favoritku. Jika dalam perjalanan yang cukup jauh ada pilihan transportasi bus atau mobil dan kereta api, aku pasti memilih kereta api. Menggunakan kereta api berarti bebas macet, sehingga perjalanan cenderung lebih cepat.
Rute yang kami tempuh melalui Bogor, Sukabumi, kemudian Ujung Genteng. Kami berangkat menggunakan commuter line dari Jakarta menuju stasiun Bogor. Dari Stasiun Bogor, kita harus berjalan sedikit ke Stasiun Paledang yang hanya berjarak beberapa meter. Dari stasiun Paledang, kita lanjutkan perjalanan ke stasiun Sukabumi. Sudah sampai setengah perjalanan! Cepat, bukan?
Kami sampai di Sukabumi menjelang tengah malam. Sehingga harus tinggal dulu di kota mochi-mochi ini dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Lucunya, kami berempat tinggal di rumah Lut yang baru ku kenal, yang merupakan pacarnya teman kami, Jaka.
Apanya yang lucu?
ZABARR, KAK..
Kami berempat mengenal Jaka dengan cara dan di tempat yang berbeda. Ajeng mengenal Jaka di Bandung karena sama-sama kuliah di ITB. Ilham mengenal Jaka karena pernah berada di Halmahera dalam waktu yang bersamaan untuk pekerjaan mereka masing-masing. Sinta mengenal Jaka karena saat itu sama-sama bekerja di Lampung. Dan aku mengenal Jaka karena kami sama-sama berasal dari Cirebon? Temanku bilang bukan karena sempitnya dunia. Tetapi pergaulan kita yang begitu luas. Azeeek.. Hahaha...
Keesokan harinya, kami melanjutkan perjalanan setelah subuh. Kami menggunakan mobil saudaranya Lut. Lut dan beberapa anggota keluarganya juga turut serta. Karena sekalian mereka ingin bersilaturahmi ke rumah saudara mereka yang dekat dengan pantai Taimina Jaya. Untunglah mereka hobi jalan-jalan dan silaturahmi juga. Kami hanya menyumbang bensin saja waktu itu.
Beberapa bagian jalan sepanjang perjalanan dari Sukabumi menuju Ujung Genteng tidak terlalu mulus, namun perkebunan teh dan alam yang hijau membuat perjalanan ini lebih menyenangkan.
Sebelum mereka menurunkan kami di Ujung Genteng, kami sempat mampir di pantai Taimina Jaya. Pantai berbatu karang di sisi selatan pulau Jawa. Tempat wisata ini cukup ramai dikunjungi wasatawan. Keluarga Lut membuka perbekalan mereka. Santapan ikan segar, sambal, jengkol, dan petai membuatku kekenyangan dan sedikit terbuai oleh semilir angin pantai selatan Jawa.
Transportasi dari Jakarta ke Ujung Genteng kami gunakan kereta api. Kereta api masih menjadi pilihan favoritku. Jika dalam perjalanan yang cukup jauh ada pilihan transportasi bus atau mobil dan kereta api, aku pasti memilih kereta api. Menggunakan kereta api berarti bebas macet, sehingga perjalanan cenderung lebih cepat.
Rute yang kami tempuh melalui Bogor, Sukabumi, kemudian Ujung Genteng. Kami berangkat menggunakan commuter line dari Jakarta menuju stasiun Bogor. Dari Stasiun Bogor, kita harus berjalan sedikit ke Stasiun Paledang yang hanya berjarak beberapa meter. Dari stasiun Paledang, kita lanjutkan perjalanan ke stasiun Sukabumi. Sudah sampai setengah perjalanan! Cepat, bukan?
Kami sampai di Sukabumi menjelang tengah malam. Sehingga harus tinggal dulu di kota mochi-mochi ini dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Lucunya, kami berempat tinggal di rumah Lut yang baru ku kenal, yang merupakan pacarnya teman kami, Jaka.
Apanya yang lucu?
ZABARR, KAK..
Kami berempat mengenal Jaka dengan cara dan di tempat yang berbeda. Ajeng mengenal Jaka di Bandung karena sama-sama kuliah di ITB. Ilham mengenal Jaka karena pernah berada di Halmahera dalam waktu yang bersamaan untuk pekerjaan mereka masing-masing. Sinta mengenal Jaka karena saat itu sama-sama bekerja di Lampung. Dan aku mengenal Jaka karena kami sama-sama berasal dari Cirebon? Temanku bilang bukan karena sempitnya dunia. Tetapi pergaulan kita yang begitu luas. Azeeek.. Hahaha...
Keesokan harinya, kami melanjutkan perjalanan setelah subuh. Kami menggunakan mobil saudaranya Lut. Lut dan beberapa anggota keluarganya juga turut serta. Karena sekalian mereka ingin bersilaturahmi ke rumah saudara mereka yang dekat dengan pantai Taimina Jaya. Untunglah mereka hobi jalan-jalan dan silaturahmi juga. Kami hanya menyumbang bensin saja waktu itu.
Beberapa bagian jalan sepanjang perjalanan dari Sukabumi menuju Ujung Genteng tidak terlalu mulus, namun perkebunan teh dan alam yang hijau membuat perjalanan ini lebih menyenangkan.
Sebelum mereka menurunkan kami di Ujung Genteng, kami sempat mampir di pantai Taimina Jaya. Pantai berbatu karang di sisi selatan pulau Jawa. Tempat wisata ini cukup ramai dikunjungi wasatawan. Keluarga Lut membuka perbekalan mereka. Santapan ikan segar, sambal, jengkol, dan petai membuatku kekenyangan dan sedikit terbuai oleh semilir angin pantai selatan Jawa.
Thursday, 21 July 2016
NGREBUS di Sukamantri (Final)
NGREBUS yang merupakan kependekan dari ngomongin rencana busuk, adalah celotehan dari salah satu anak SMK yang ikut melingkari api unggunku malam itu. Catatan ini akan berisi tentang interaksiku bersama mereka. Dan bagaimana mereka menyelamatkan dua hari hidupku di Sukamantri. Bisa ku bilang, mereka para malaikat penyelamatku.
Aku tertawa spontan ketika mendengar istilah yang baru ku dengar itu. Mungkin ngrebus adalah istilah gaul yang sudah populer sejak lama. Sayangnya aku baru mendengarnya.
Ketua rombongan yang pertama kali merapat ke perapianku ternyata guru mereka. Mereka adalah semacam siswa-siswi yang tergabung dalam organisasi pecinta alam. Dan berkali-kali mereka menganggapku demikian. Awalnya obrolanku dengan sang guru tidak jauh-jauh dari kegiatan pembelajaran di sekolah mereka. Aku salut dengan dedikasinya dalam mengabdi untuk pendidikan dan anak-anak di sekolah.
Kemudian saat aku bercerita tentang asal kelahiranku, obrolan berlanjut tentang sejarah hubungan kerajaan Pajajaran dan kesultanan Cirebon. Aku baru tahu ternyata selain Walangsungsang dan Rarasantang, Prabu Siliwangi memiliki anak juga yang bernama Kiansantang. Pantas saja aku pernah mendengarnya di salah satu seri drama televisi.
Satu anak lain ikut bergabung, “pada ngrebus ini teh? ngiring, ah!” Obrolan kami mencair menjadi topik yang jenaka. Arsil, setelah dipancing oleh gurunya, dia mulai curhat tentang asmara. “Aduh, pak. Jangankan ketemu sama orangnya. Saya teh kalo denger nama dia disebut saja rasanya hancur.” Rasanya pengen LOL dan ROFL atau ngakak guling-guling. Tetapi ketika ku lihat samar-samar keseriusan wajah Arsil dalam temaram api unggun yang mulai meredup, aku malah iba. Kemudian gurunya menimpali, “Begitulah Sil hidup teh. Kadang, ketika kita mencintai seorang wanita, teman kita juga mencintai dia.”
Sekitar tengah malam, obrolan kami terpotong karena masakan untuk makan malam mereka sudah siap. Aku pun turut diajak bersama mereka. Kita makan bersama di trash bag yang dipanjangkan. Menunya adalah nasi, mi goreng, ikan teri, dan beberapa iris sosis yang jarang ku lihat. “Kita teh tadi bawa banyak sosis, cuma yang dimasak dua butir aja. Sisanya ditampol (digado).”
Senang sekali rasanya diajak makan bersama. Karena bodohnya aku tidak membawa bekal sama sekali kecuali dua botol air. Tidak jadilah aku kembung masuk angin, pikirku. Aku ingat makanan yang masuk ke perutku baru tadi pagi saja.
Keesokan paginya, sepulang dari air terjun, saat aku melihat mereka sedang berkemas, aku melihat satu nesting menu makanan seperti semalam di dalam tendaku. Mereka bilang itu sarapan untukku. Kemudian ku dekati Arsil. Aku bertanya jika mereka punya kelebihan beras, biar ku beli saja. Karena rencananya aku akan memperpanjang satu malam.
Setelah lepas siang, mereka pamit pulang denganku. Satu-satu mereka menyalamiku. Salah satu dari mereka mengiringi momen ini dengan shalawat, “shallallah ‘ala Muhammad...”
Sejatinya kita tidak pernah sendiri. Selalu ada orang lain, melakukan hal yang sama dengan kita.
Tips dan Trik:
1. Silaturahmi itu mendatangkan rejeki. Bergaullah bersama pengunjung lain. Paling tidak kita sapa mereka.
2. Bawa perbekalan dan uang secukupnya. Di bumi perkemahan Sukamantri terdapat warung yang menjajakan makanan juga. Jika ingin praktis, bisa membeli makanan di sana.
3. Biasa tiket masuk per orang 20.000/ hari dan parkir sepeda motor 5000/ hari. Parkir mobil saya lupa tanya. Hahaha
Aku tertawa spontan ketika mendengar istilah yang baru ku dengar itu. Mungkin ngrebus adalah istilah gaul yang sudah populer sejak lama. Sayangnya aku baru mendengarnya.
Ketua rombongan yang pertama kali merapat ke perapianku ternyata guru mereka. Mereka adalah semacam siswa-siswi yang tergabung dalam organisasi pecinta alam. Dan berkali-kali mereka menganggapku demikian. Awalnya obrolanku dengan sang guru tidak jauh-jauh dari kegiatan pembelajaran di sekolah mereka. Aku salut dengan dedikasinya dalam mengabdi untuk pendidikan dan anak-anak di sekolah.
Kemudian saat aku bercerita tentang asal kelahiranku, obrolan berlanjut tentang sejarah hubungan kerajaan Pajajaran dan kesultanan Cirebon. Aku baru tahu ternyata selain Walangsungsang dan Rarasantang, Prabu Siliwangi memiliki anak juga yang bernama Kiansantang. Pantas saja aku pernah mendengarnya di salah satu seri drama televisi.
Satu anak lain ikut bergabung, “pada ngrebus ini teh? ngiring, ah!” Obrolan kami mencair menjadi topik yang jenaka. Arsil, setelah dipancing oleh gurunya, dia mulai curhat tentang asmara. “Aduh, pak. Jangankan ketemu sama orangnya. Saya teh kalo denger nama dia disebut saja rasanya hancur.” Rasanya pengen LOL dan ROFL atau ngakak guling-guling. Tetapi ketika ku lihat samar-samar keseriusan wajah Arsil dalam temaram api unggun yang mulai meredup, aku malah iba. Kemudian gurunya menimpali, “Begitulah Sil hidup teh. Kadang, ketika kita mencintai seorang wanita, teman kita juga mencintai dia.”
Sekitar tengah malam, obrolan kami terpotong karena masakan untuk makan malam mereka sudah siap. Aku pun turut diajak bersama mereka. Kita makan bersama di trash bag yang dipanjangkan. Menunya adalah nasi, mi goreng, ikan teri, dan beberapa iris sosis yang jarang ku lihat. “Kita teh tadi bawa banyak sosis, cuma yang dimasak dua butir aja. Sisanya ditampol (digado).”
Senang sekali rasanya diajak makan bersama. Karena bodohnya aku tidak membawa bekal sama sekali kecuali dua botol air. Tidak jadilah aku kembung masuk angin, pikirku. Aku ingat makanan yang masuk ke perutku baru tadi pagi saja.
Keesokan paginya, sepulang dari air terjun, saat aku melihat mereka sedang berkemas, aku melihat satu nesting menu makanan seperti semalam di dalam tendaku. Mereka bilang itu sarapan untukku. Kemudian ku dekati Arsil. Aku bertanya jika mereka punya kelebihan beras, biar ku beli saja. Karena rencananya aku akan memperpanjang satu malam.
Setelah lepas siang, mereka pamit pulang denganku. Satu-satu mereka menyalamiku. Salah satu dari mereka mengiringi momen ini dengan shalawat, “shallallah ‘ala Muhammad...”
Sejatinya kita tidak pernah sendiri. Selalu ada orang lain, melakukan hal yang sama dengan kita.
Tips dan Trik:
1. Silaturahmi itu mendatangkan rejeki. Bergaullah bersama pengunjung lain. Paling tidak kita sapa mereka.
2. Bawa perbekalan dan uang secukupnya. Di bumi perkemahan Sukamantri terdapat warung yang menjajakan makanan juga. Jika ingin praktis, bisa membeli makanan di sana.
3. Biasa tiket masuk per orang 20.000/ hari dan parkir sepeda motor 5000/ hari. Parkir mobil saya lupa tanya. Hahaha
Subscribe to:
Posts (Atom)