Begitu memasuki terminal, benar saja dugaanku. Para calo langsung mengerubutiku seperti laron yang tak kuasa melihat cahaya. Dengan senyuman maut dan lambaian tanganku, ku katakan "tidak" untuk pertanyaan mereka. Hal itu akua lakukan karena beberapa orang mengatakan terminal Cirebon punya "calo maut". Tapi kalo aku lihat, sepertinya biasa saja. Layaknya para calo di manapun mereka berada. Namanya juga calo... -__-
Setelah mendapat tiket, aku langsung menaiki Coyo. Armada bus yang baru aku tahu belakangan ini. Di dalam tampak sudah ada seorang ibu berkerudung dengan anak laki-laki di sampingnya duduk di bangku paling depan sebelah pintu masuk. Seorang bapak juga sedang mengatur barang bawaannya dan bersiap duduk dengan putra kecilnya di bangku belakang. Sementara bangku lain nampak kosong.
Seorang pedagang asongan senyum manis di tengah bus siap menjajakan dagangannya. Setelah ku putar pandangan ke semua penjuru bus, aku pilih bangku kedua dibelakang pasangan ibu dan anak tadi.
Tak lama setelah aku membiasakan diri dengan keadaan bus, satu persatu para penumpang menaiki bus. Tentu saja pengasong lain tak mau ketinggalan, mereka tak mau kalah menaiki Coyo yang masih bersiap-siap untuk berangkat. Dan dengan penuh kasih sayang ku tolak tawaran-tawaran pengasong. Namun tampaknya tak hanya pengasong yang mencari penghidupan di dalam Coyo. Para pengemis terminal juga menjalankan aksinya. Tapi tetap saja ku tersenyum dan melambaikan tangan. *Pelit!*
Negara ini memang penuh dengan orang-orang yang berusaha keras. Datang padaku seorang anak laki-laki, juga langsung menengadahkan tangannya. Tentu saja sikapku seperti di atas. Tapi ternyata anak ini gigih, dia bilang, "seikhlasnya... untuk makan."
Oke, akhirnya terjadilah percakapan dibawah;
SY: "sekolah, nggak?"
PK: "sekolah..."
SY: "kelas berapa?"
PK: "empat..."
Oke, aku memikirkan sesuatu untuk dia jawab.
SY: "empat kali empat berapa? Kalo bisa jawab, aku kasih duit."
PK: "empat!" dia menjawab tanpa berfikir -__-
SY: "empat kali empat. Empatnya ada empat. Berapa?" Ku pertegas
PK: "delapan..." Kali ini dia berfikir tiga detik
SY: "belum benar. Coba itung lagi. Empatnya ada empat."
Ku lihat sekarang dia merapal suatu mantra. Tapi samar-samar ku dengar dia mengucapkan beberapa angka. Ooh.. dia sedang menghitung. Ku tunggu saja.
PK: "enam belas..."
SY: "ya, benar.." Aku merogoh kantong celana dan memberinya gope *pelit* "Mau uang lagi? Enam belas dibagi empat berapa? Kamu punya permen 16, dibagi untuk 4 orang. Satu orangnya dapet berapa permen?"
PK: "permennya berapa?" Dia meminta mengulang pertanyaan.
-__-"
SY: "Kamu punya permen 16, dibagi untuk 4 orang. Satu orangnya dapet berapa permen?"
Ku lihat dia tersenyum sebentar dan kembali merapal angka-angka. Di belakang si pengemis kecil, masih ada pengasong yang dari awal aku masuk dia duduk disana. Nampaknya dia tertarik dengan apa yang sedang aku lakukan dengan si anak ini. (AS=asongan)
AS: "jawab, tuh! Ntar dapet duit"
SY: "enggak, cuma nanya doang.."
Aku ngomong gitu, si anak tadi malah pergi. Jyaaah... kecil-kecil mata duitan ni anak. Dia kira kali ini saya nggak akan ngasih duit. Padahal saya tadi becanda sama si pengasong. Setelah ku lihat si pengemis kecil jalan ke belakang bus, ternyata dia balik lagi. -__- hmm... Mau duit juga kan lo?
PK: "permennya empat..." dia bilang tiba-tiba begitu nyamperin saya lagi.
Tapi karena saya kira dia tidak akan menjawab. Saya malah kurang merhatiin apa yang si PK tadi bilang. Dalam sekian detik saya langsung tersadar. Ooh, dia bilang tadi permennya 4 untuk setiap anak.
SY: "Oke, jawaban kamu benar..."
Saya kembali merogoh saku celana. Langsung kasih gope lagi buat si pengemis kecil.
*pelit amat ngasih gope mulu :p* :D
Alam punya banyak cerita. Indonesia punya banyak cerita di setiap jengkalnya. Jangan sampai dibilang 'kurang piknik'. Buat ceritamu!
Friday, 31 December 2010
Tuesday, 14 December 2010
JOGJA: FOR HUMANITY
Perjalanan Pertama dengan Misi Kemanusiaan
Sepertinya, setiap hal yang saya lakukan selalu menjadi hal yang pertama. Seperti halnya trip saya kali ini. Untuk pertama kalinya saya pergi ke suatu tempat karena panggilan hati yang ingin membantu sesama yang sedang dicoba dengan kemalangan. Ini juga perjalanan pertama saya berangkat dari Cirebon, kota kelahiran saya sendiri.
Sejak Jogja dan beberapa kota di Jawa Tengah tertimpa musibah karena gunung Merapi meletus, hati saya sudah tergerak ingin sekali bisa berpartisipasi dalam meringankan duka mereka. Hal yang saya pikirkan bisa membantu adalah menghibur anak-anak korban bencana dari traumatis pasca bencana yang mereka alami. Mereka kehilangan rumah, mungkin juga kehilangan orang tua dan saudara. Anak-anak juga tidak bisa bersekolah dan bermain layaknya yang semestinya terjadi dalam dunia anak.
Dan akhirnya kesempatan itupun datang. Ternyata Dia menjawab bisikan hati saya. Pucuk dicinta KIT pun tiba. Kaskus Indonesian Traveler (KIT) ingin mengadakan baksos untuk korban bencana gunung Merapi. Tanpa berpikir panjaaaaang dan lamaaaaaaaaa saya langsung menghubungi Shanti salah satu dedengkot KIT untuk menanyakan apakah saya bisa ikut berpartisipasi. Ternyata bisa! Hati saya bergemuruh layaknya gemuruh Merapi yang meresahkan para pengungsi. :D
Tapi ternyata niat baik memang selalu harus menghadapi ujian. Hati saya bergejolak layaknya lava panas yang disemburkan merapi. Haha… bahasanya biar nyambung sama merapi. Hati saya bimbang dan ragu walau tak pilu. Masalahnya saya sekarang sudah berada di rumah. Segala aktifitas saya terpantau sama mamah sama papah. Hahaha... gaya. Biasayanya juga manggilnya mimi sama bapak :
Iya, ini bulan-bulan pertama saya kembali menetap di rumah setelah 10 tahun diasingkan dari rumah Sejak lulus SD emang udah merantau jauh dari ortu. Dulu, kalo mau ke mana-mana tinggal berangkat aja. Orang tua tau setelah berbulan-bulan. Tapi sekarang...
“Udah, bohong aja sama ortu. Bilang aja mau legalisir ke Bandung buat nglamar kerja,” kata iblis merah sebelah kiri saya.
“Ingat, kamu ke sana mau ketemu sama Merapi yang lagi ganas-ganasnya. Gimana pas lagi di pengungsian trus kamu dihajar wedhus gembel? Ato lu penyakitan kebanyakan ngehirup abu vulkanik yang bisa mengoyak jaringan di paru-paru kamu, merusak mata kamu, trus kamu mati. Kamu mau mati sebagai anak durhaka yang bohongin ortu?” Itu kata malaikat putih sebelah kiri saya.
DIAM SEMUAAAAAA… Setelah ngliat kanan, ke white angel dan ke kiri, ke red devil, akhirnya saya ambil jalan tengah aja. Saya tetep akan menjalankan misi ini dengan alasan yang diusulin red devil. Tapi saya juga gak akan bohong, setelah dari Jogja, baru saya ke Bandung untuk legalisir ijazah. Hehe... Nanti setelah balik lagi ke rumah saya baru jujur habis maen sama WEDHUS GEMBEL. “Kalo ga balik gimna?” Buset! Siapa tu yang bicara sembarangan? Insa aloh saya balik dengan selamat!!!
Akhirnya dengan alasan itu, bulatlah tekad saya untuk berancuuut, setelah sebelumnya saya harus cencelin jadwal ngajar hari Sabtu. Hari Jumat balik ngajar jam 17.30 saya ngga pulang ke rumah. Langsung cari perlengkapan buat ke Jogja. Di rumah temen, saya nunggu malem. Soalnya kereta datang jam 00.30 di Stasium Kejaksan Cirebon. Kebetulan temen saya kalo malem mamahnya bangun buat bikin sate kentang. Jadi sekalian nemenin mamahnya temen bikin sate kentang.
Jam 22.00 saya pamit sama temen saya dan mamahnya. Mereka melepas kepergian saya udah kaya mau melepas ke medan pertempuran aja. Air mata darah keluar dari mata mereka sembari meraung-raung menangisi kepergian saya. Sory itu lebay dibikin-bikin. Hahaha.. Dari rumah temen ke jalan raya harus jalan kaki 10 menitan. Di malam yang sunyi sepi dan gelap saya harus melewati kuburan pulak! Tak apalah demi misi kemanusiaan, hatiku menegarkan. Sesampainya di jalan raya, ternyata jalanan begitu lengang. Hanya sedikit kendaraan yang melintas. Tapi saya yakin pasti ada angkot yang akan membawa saya ke stasiun. Ternyata setelah beberapa lama datanglah angkot. Thanks god, dalam hatiku. Tapi ternyata setelah saya masuk angkot, ALAMAAAAAK… BENCOOOONG. Di angkot itu gada siapa-siapa selain saya dan banci malam itu. Tuhaaaan cobaan apa lagi yang harus saya terima. TOLONGIN AIM YA OLOOOH… Dan ternyata banci itu ngga nakal, dia diem aja. Mungkin dikira temannya juga. THANKS, GOD!
Nyampe stasiun jam 11an malem. Tapi sebelum masuk stasiun saya harus beli pesenan Nasi Jamblang temen-temen dari Jakarta yang pada kelaperan di kereta. Mereka naik KA Progo dari St. Pasar Senen lewat jalur utara. Jadi, nanti mereka lewat St. Kejaksan Cirebon. Di sanalah kelak saya akan bertemu dengan mereka untuk pertama kali di dunia nyata. Karena selama ini saya hanya berkomunikasi dengan mereka melalui dunia halus. Maksudnya di dunia maya.
Sebut saja Om Harry Porter, namanya selalu muncul di grup Kaskus Indonesian Traveller. Atau dikenal juga dengan sebutan Suhu. Karena menjadi salah satu sesepuh forum traveler di kaskus (yang saya tahu). Dari seberang sana terdengar di henpon suara riuh temen-temen yang lain di kereta saat Shanti nelpon saya untuk memsan Nasi Jamblang.
Okay, sekarang saya udah di dalam stasiun. Kurang lebih 15 menit lagi seharusnya kereta dateng. Walaupun saya tahu dia tak akan datang tepat waktu. Pasti dia akan ingkar janji. Aku benci… benci… *sambil pukul-pukul manja bahu orang lewat* Bener dugaan saya, kereta tak datang tepat waktu. Tapi tetep aja saya dibuat jengkel olehnya. Abis telatnya tak main-main sampai satu jam lebih. Setelah saya hampir menyerah untuk hidup, barulah dia datang TEPAT jam 02.30an. Huff… inilah kenapa saya cinta hidup di negeri ini. Slooow but unsuuure…
Seperti yang sudah dibilang Shanti sebelumnya, mereka dapet duduk di gerbong paaaling belakang. Jadi tanpa aba-aba, saya langsung menuju ke sana. Sambil jalan ke pintu saya liat orang-orang di jendela, mana kira-kira makhluk-makhluk itu? Dan tiba-tiba dari jendela kereta muncul sosok yang belum pernah saya jumpai sebelumnya namun nampak tak asing bagi saya. Harry…. Harry Potter…. Iya, itu pasti dia. Liat kaca mata bulat itu. Kemudian sosok itu pun melihat ke arah saya, tak henti-hentinya mata itu memandang? Saya jadi curiga… jangan… jangan… dia adalaaah…
“Jamblang ya?” tiba-tiba dia berkata. Ooooooooh.. ternyata dari tadi dia ngga liat ke arah saya. Dia liat nasi jamblangnya. Hahaha…
Sampai di pintu saya belum bisa naik, kereta ternyata saaangat penuh. Para penumpang berhamburan keluar kereta seperti semut yang terusik. Mereka mengambil kesempatan untuk menghirup udara di luar setelah berlama-lama berada di dalam kereta yang panas dan pengap terisi oleh jumlah penumpang yang tak sesuai kapasitasnya. Akhirnya dengan susah payah saya bisa masuk ke dalam kereta. Bau manusia langsung tercium. Dahsyat sekali, manusia berada di mana-mana. Tak ada sejengkalpun yang kosong. Bahkan ada orang yang tidur di bawah kolong kursi. Hmm… Inilah kereta eksekutif Progo. Sampai di dalam saya langsung menawarkan dagangan, “sheee nasheeee jamblaaaang… yang makaaaan…. Jamblaaang kenyaaaang…!!!"
Setelah beberapa lama, kereta sedikit demi sedikit mulai meninggalkan Cirebon. Rasa haru menerpa saya. Tanpa terasa ada air yang mulai menetes tes.. tes… dari telinga. Wakakaka congeeeek!!!
Saya mulai berkenalan dengan beberapa rombongan dari Jakarta. Terasa canggung. Karena memang first meet dan jarang chit chat di dunia maya juga. Tapi tingkah laku mereka yang kocak, gokil, dan lucu nggak jelas membuat saya mulai membaur nice and slow. Sepaanjang perjalanan para relawan ini selalu becanda, bercengkrama, dan bersenda gurau. Semoga saja penumpang lain tak terusik dibuatnya. Huff, RELAWAN STRESS!!!
Stasiun demi stasiun mulai terlewati. Detik berganti menit dan menitpun berganti jam. Habis gelap terbitlah telang. Rajin pangkal pandai dan malas pangkal bodoh. Loh? Pribahasa yang terakhir nggak nyambung.
Setelah langit mulai cerah, nampak daun pepohonan berwarna putih tertutup abu vulkanik. Itu berarti Jogja semakin dekat. Kami langsung mengenakan masker untuk melindungi pernapasan. Sewaktu menunggu kereta, temen saya mengingatkan lewat sms, “sekilas info. Abu vulkanik komposisinya 20% silica, mirip bahan industry kaca dan merupakan glass hard yang sangat halus. Tetapi jika dilihat dengan microscope, ujungnya runcing. Jika terhirup akan merobek jaringan paru-paru. Jika terkena mata bisa merusak mata dan hidung kita. Sebarkan jika peduli”
Jam 08.00 pagi akhirnya sampai Jogja juga. Setelah seluruh penumpang lain turun, kami menurunkan barang bawaan untuk para pengungsi. Ada obat-obatan, pakaian dalam pria dan wanita, kebutuhan bulanan wanita, dll. Setelah keluar kereta, saya melihat sekitar. Ini beneran Jogja? Kok aman-aman aja? Gak seperti yang diberitakan media. Beneran ada bencana ga ni? Memang sebagian dari mereka juga menggunakan masker, yang nampaknya pengunjung seperti kita. Tapi sebagian yang lain nyantai-nyantai aja kayak gada apa-apa. Semua aktifitas berjalan normal.
Setelah semua relawan dan barang-barang kumpul, kita langsung menuju mobil yang kita sewa untuk aktifitas selama di Jogja. Karena jumlah relawan yang banyak, kita sewa dua mobil yang di supiri oleh Arif dan Tio yang selalu didampingi oleh Om Harry. Sepaaaanjang perjalanan mereka selalu mengumbar kemesraan. Rayuan Om Harry yang mesrah kepada Tio membuat Rama yang duduk di belakangnya uring-uringan.
Tujuan pertama kita di rumah salah satu temen, entah siapa saya tak kenal, untuk bersih-bersih dan istirahat sejenak. Tapi ternyata air di kosan temen ndak memadai untuk kita semua mandi. Akhirnya kita pindah lokasi ke temen yang lain, yang juga saya ndak kenal. Lokasinya di Jl. Sosrowijayan, deket dengan Malioboro. Sesampainya di sana kita langsung bergantian mandi karena kamar mandi cuma ada dua untuk 16 orang. Sebagian ada yang cari makan dulu karena tak bisa menahan rasa lapar yang melilit. Ada juga yang tak bisa menahan diri untuk berbelanja. Haha.. Relawan atau Wisatawan?
Setelah itu beberapa orang harus pergi belanja untuk membeli kebutuhan para pengungsi seperti makanan bayi, minyak, bawang, telor, dan lain-lain. Sementara sebagian yang lain ada yang kembali ke Stasiun untuk mengambil barang-barang yang dibawa oleh kereta kargo seperti baju-baju layak pakai, kasur, dll. Dan sisanya istirahat mengumpulkan tenaga untuk menuju ke tempat pengungsian.
Tujuan pertama kami untuk belanja adalah Pasar Bringharjo. Bisa ditempuh dengan bejalan kaki dari tempat kami menginap. Selain kita, di sana juga banyak relawan lain yang sedang belanja kebutuhan pengungsi. Sehingga barang-barang seperti selimut (yang murah), baju anak (yang murah) sudah habis terjual. Barang yang ingin kami beli tidak ditemukan di sana. Shinta dan Ami memutuskan untuk ke Carefour. Mereka hanya berdua saja dengan menaiki Trans Jogja. Selanjutnya barang-barang belanjaan mereka akan dijemput oleh mobil setelah dari stasiun. Untuk beras, kita dibantu oleh pemilik tempat kita nginep. Beras langsung dianter ke tempat kita. Oya, ada juga dua personel yang baru dateng. Tante Getha dan temannya. Mereka ke jogja pake trevel.
Setelah semua barang kebutuhan pengungsi terbeli, kita langsung berkemas untuk berangkat ke tempat pengungsian dengan terlebih dahulu ke tempat salah seorang rekan yang menjadi base camp relawan untuk para korban Merapi juga. Di sana kita bergabung, breafing, dan langsung berangkat ke lokasi sekitar pukul 16.00. Tujuan kita adalah Kabupaten Boyolali. Konon pengungsi di sana masih kurang tersentuh bantuan. Makannya kita pilih untuk mengirim bantuan kesana. Perjalan kami tempuh kurang lebih 4 jam.
Saturday, 8 May 2010
Backpacker ke Jogja Pertama Kali
![]() |
Backpacker ke Jogja. Photo by Anya |
Kenapa ke Jogja dan kenapa dipengaruhi autisme? Langsung aja simak ceritanya.
Tepatnya tiga tahun yang lalu, taun 2007, ga tau kenapa tiba-tiba saya ngidam berangkat ke Jogja. Ini benar-benar perjalanan yang tak beralasan. Padahal waktu itu saya lagi aktif di organisasi kampus jadi ketua departemen kebudayaan dan lagi sibuk-sibuknya nyiapin event yang bentar lagi diadain, porsam kalo ga salah. Sampe temen-temen saya ngejudge saya stress. Haha.. Baru sadar aja mereka.. :p
Tapi setelah dipikir-pikir, kayaknya saat itulah soul of traveler saya mulai menyeruak dan menyembul. Karna saya mulai nglamun yang ngga ngga mikirin perjalanan. Haha...
Persiapan
Mulailah saya nyiapin segalanya. Mulai dari nyari kodok buduk, dikerok perutnya pake receh buat dapetin tanggal keberangkatan, nyari peta Jogja, sampe ngrencanain mau ngapain aja di Jogja. Untuk masalah bermalam, awalnya saya ngga terlalu masalain. Saya bisa tidur di mana aja, bisa di masjid ato di emperan toko. Haha.. Saya pikir saya cowok ini. Ngga terlalu takut jadi korban pelecehan kesewenang-wenangan para penjajah cinta. Tapi, ada temen kuliah saya yang nawarin buat tidur di tempat cowoknya. Kebetulan temen saya emang orang Jogja. Saya nanya juga ke dia, tempat apa aja yang harus saya kunjungi. Dia kasih list nya dan saya pilih ke mana aja. Saya langsung pilih yang berbau-bau candi, soalnya emang belum pernah sama sekali, sama Malioboro dan pantai. Kalo keraton-keraton gitu ngga terlalu interes soalnya Cirebon punya stok juga.
Okay, udah dapet tanggal dari kodok buduk. Akomodasi dan tujuan wisata juga udah. Tinggal mikirin gimana caranya bisa nyampe ke sana dan nyambangin tempat wisata pilihan saya. Saat itulah mang google jadi sahabat terdekat saya. Saya nyari peta Jogja dengan spot wisatanya sama nyari transportasi selama di sana juga. Dan ternyata saya dipertemukan dengan peta trayek TransJogja.
Saya mulai merancang perjalanan. Bandung-Jogja-ke Borobudur-Prambanan-Malioboro. Dilanjutkan ke Parangtritis dan lokasi lain kalo memungkinkan sebelum balik lagi ke Bandung.
Done! Semua persiapan beres!
Show time! Jogja, here I come!
Sampailah di hari yang dipilih kodok buduk. Dengan bermodalkan peta TransJogja dan sedikit tekad dan banyak nekat, saya berangkat dari kosan habis Asar. Oya, orang kosan gak ada yang tau saya mau kemana karena tas saya masukin ke kresek dan saya mengendap-endap keluar. Tapi pas di gerbang kosan ternyata ada ibu kos. Trus dia nanya mau ke mana. Yaudah, saya bilang aja mau main (main ke Jogja). Termasuk orang tua saya ngga tau saya berangkat ke Jogja. Sampe sekarang rahasia itu terjaga. Ssst...
Sampai di Stasiun Kiaracondong magriban. Gak lama kemudian saya udah ngantri buat beli tiket dan langsung masuk ke peron, nungguin kereta yang menurut tiket berangkat jam 8 malam. Jujur waktu itu perasaan saya berkecamuk banget. Excited (karena akhirnya jadi ke Jogja), was-was (karna ini kali pertama), bercampur takut (karna saya hanya anak polos yang lugu dan menggemaskan seorang diri). Campuran semua itu adalah perasaan dag dig dug geli-geli nikmat.
Sambil nunggu kereta, saya perhatiin para calon penumpang lain yang semakin tumpah ruah. Dan sempet ngobrol sama beberapa orang. Ternyata ada yang ke Jawa mau ngawinin anaknya, pulang kampung, kerja, ada juga yang ngejer pesawat di Adi Sucipto. Hmm... macem-macem.
Kereta yang ku tunggu ku tunggu... akhirnya datang juga. Saya yang datang lebih awal beruntung bisa dapet tiket tempat duduk. Jadi langsung nyari gerbong dan tempat duduk. Dan penumpang yang ngga beruntung, mereka berebut menempati ruangan sempit antara WC-pintu masuk-sambungan gerbong. Karena di situlah yang agak luas jadi masih bisa duduk-duduk lesehan pake koran sambil sesekali dilanglahin sama para pedangang asongan yang nawarin dagangannya NASEEE... MAKAAAN... ato TEEEENG... LANTEEENG... ato CEEEL PECEEEELLLL...
Di dalam kereta, ngga banyak yang bisa dilakukan selain duduk dan berharap bisa tidur selama perjalanan 9,5 jam. Soalnya selain suara para penjajah makanan yang sesekali membuyarkan konsentrasi tidur, kondisi gerbong tengah malam ternyata benar-benar panas meski malam hari. Huffhh...
Stasiun demi stasiun terlewati dengan lambatnya. Karna nasib kereta ekonomi memang selalu mengalah. Ngga jarang kereta berhenti di tengah antah berantah yang gulita cuma nunggu kereta eksekutip lewat, baru bisa lanjot. Sib nasib.. Tapi akhirnya nyampe juga. Beberapa kilo sebelum sampe, bau Jogja sudah menusuk-nusuk hidung. Barulah saya merasa kereta dingin segar dan menyenangkan.
TUUUUTTT..... Yipppy! Saya nyampe stasiun Lempuyangan.
Ke Candi Borobudur dengan transportasi umum. Hajar!
Nyampe Jogja sekitar jam setengah eneman. Setelah bebenah diri di toilet stasiun dan stor muka ke mushola. Saya langsung mencari halte TransJogja. Saya nanya petugas stasiun tapi gak ada yang tau. Yaudah akhirnya saya nyari sarapan aja dulu sekalian nanya sama penjualnya letak halte. Padahal kalo saya liat di peta itu ga jauh dari Lempuyangan, tepat di sebelah Kridosono. Setelah menyantap beberapa bungkus nasi dan gorengan, saya nanya ke ibu penjual. Dan beliau nyuruh saya jalan aja muter ke belakang stasiun, nanti ketemu stadiun Kridosono dan di sanalah halte berada.
Jalan dan keadaan lalu lintas menuju halte menyadarkan saya. Ternyata lalu lintas di Bandung sangat parah dibandingkan disini. Jika biasanya saya ngliat kemacetan pagi-pagi di Bandung, di sini begitu lancar terlihat. Udarapun terasa lebih segar, padahal Bandung berada di dataran yang lebih tinggi.
Beberapa saat kemudian saya udah merasakan dinginnya AC bis 2A dan langsung meluncur ke terminal Jombor. Dari sana saya naik bus yang langsung mengantarkan saya ke Borobudur. Saya jalan dari terminal ke Borobudur lumayan jauh. Tetapi kaki seakan melangkah ringan, karena ngga sabar lagi ziarah ke temple ini.
Tiba saatnya saya membeli tiket masuk. Seorang diri saya memasuki sebuah gedung. Untuk tempat penjualan tiket di wisata di Indonesia ini mungkin termasuk mewah. Hebat lah saya pikir. Saya langsung menghampiri mba-mba di loker dan minta tiket satu. Tapi si mba nya nanyain paspor? lho? paspor?? Heh? Ternyata saya salah masuk, ini buat para bule ternyata. Pantesan alus kieu... hahaha... Saya keluar dan barulah menemukan tiket box yang biasa saya liat di tempat-tempat wisata Indonesia. SEDERHANA.. Ngga kaya yang tadi. Saya ikut antrian, dan tiba giliran saya beli tiket.
Tapi, kok si mas-masnya mandengin saya dengan wajah penuh curiga. Dan tiba-tiba dia nanya ke saya pake Bahasa Indonesia dengan nada seperti ngetes. Saya jawablah dengan lancar. Udah gitu dia minta liat KTP saya lagi. Aneh.. tapi akhirnya saya dapet tiket juga. Pas nengok kebelakang, barulah saya sadar kenapa si mas tiketing memperlakukan saya demikian. Ternyata di belakang saya ada rombongan yang sepertinya orang Cina. Karena selain bermuka oriental, mereka juga ngomong pake bahasa Mandarin. Pantesan.... -___-
Sebelum saya masuk, ada bapak-bapak yang nawarin jasa guide, murah katanya. Ngga deh, saya kan udah tau Borobudur dari jaman SD. Ini pengen liat aslinya aja :P.
Sejurus kemudian saya udah ternganga dari kejauhan. Untuk pertama kalinya melihat salah satu dari keajaiban dunia ini. Luar biasa nih orang jaman dulu. Kakiku melayang menghampiri mahakarya Syailendra itu. hahaha... Beberapa saat kemudian saya udah menikmati setiap jengkal relief dan kekokohan bangunan candi. Saya mulai towaf dari bawah sampe ke puncak candi. Disana sudah banyak wisatawan baik asing ataupun lokal. Ada yang nyooba meraih patung budha berharap cepet kawin, ada yang poto-poto. Bule terlihat laris manis di sana. Wistawan lokal kayaknya bukan ngunjungin candi nih, tapi bule. Ada juga yang duduk santai menikmati panorama candi dan pemandangan pegunungan sekitar candi.
Setelah merasa puas dan lelah melilit. Saya turun dan menghampiri beberapa penjual oleh-oleh. Setelah itu kembali melanjutkan perjalanan.
Candi Prambanan I am in love..
Perjalana selanjutnya, Candi Prambanan. Dengan rute perjalanan sama, saya sampai Jombor. Dari Jombor saya naik Transjogja. Setelah transit dan ganti bus beberapa kali akhirnya saya sampai juga di Candi Prambanan.
Prambanan ngga kalah spektakuler sama Borobudur. Candi Hindu terlihat lebih keren dengan detil-detil stupanya. Sayang, waktu itu saya ngga bisa masuk candi soalnya lagi ada renovasi akibat gempa Bantul taun 2006. Tapi saya cukup puas dan lelah mengelilingi komplek Candi yang sangat luas. Malah saya ngga nyampe candi sewu, tepar duluan. Haha.. iyalah semaleman di kereta ngga enak tidur. :p
Keluar dari Prambanan, saya berjalan menuju halte transjakarta. Tiba-tiba saya dibuat bingung oleh tukang ojek, "sir! going to terminal?" Saya bingung harus jawab apa. Bukannya saya tidak ngerti maksudnya. Setelah sejenak tertegun, akhirnya saya mengerti. Ternyata bapak ini mengira saya turis asing. "Owalah... kula saking Cerbon, pak!"
Korban gempa Bantul
Hari sudah semakin sore, awalnya saya pengen langsung ke Malioboro aja. Kayaknya seru kalo sore hari di sana. Tapi cowok temen saya udah nanyain mau ke dia jam berapa. Waktu itu saya belum tau kalo di Sosrowijayan juga banyak tempat mantap buat berteduh. Tapi yaudah, akhirnya saya berputar haluan ke rumah cowok temen saya. Kita ketemu di salah satu halte Transjogja. Dan dia jemput saya di sana pake motor.
Ternyata rumah dia salah satu yang parah terkena gempa Bantul. Walaupun udah direnovasi masih terlihat retakan-retakan sisa gempa. Sepanjang perjalanan juga banyak rumah-rumah setengah jadi. Kayaknya itu rumah yang ambruk total. Kalo ngga salah, tiap rumah dapet 15jt buat renovasi. Sampai rumah, ada ibu dia lagi masak gudheg. Wahh, mantab, nih. Ibunya jualan gudheg kalo pagi.
Saking capeknya, habis magrib saya langsung njengking. Ngga sadar apa-apa, tau-tau udah pagi. Penghuni rumah udah pada siap-siap nyari penghidupan, malah si ibu katanya udah berangkat bawa gudhek nya. Saya katanya bakalan dianter bapak dia ke alun-alun. Soalnya si bapak kerja lewat situ. Dari sana saya bisa ke keraton ato langsung ke Malioboro.
Mandi dulu ceritanya. kenapa diceritain? soalnya saya mandi di tempat terbuka. Ato lebih tepatnya setengah terbuka di rumah korban gempa. Emang sih, ini rumah gada yang nungguin. Jalan di luar rumah juga kayaknya sepi. Tapi tetep aja ada sensasi beda mandi di kamer mandi yang setengah tembok bagian atas hancur, tak beratap dan tak berpintu. hahaha... Cobain, deh. Maknyusss...
Malioboro, yo!
Siap berangkat, si bapak udah nungguin di luar. Setelah saya berpamitan sama cowok temen saya, meluncurlah kita menuju alun-alun.
Sampai alun-alun pagi-pagi buta. Mau ke keraton masih tutup, ke Malioboro kepagian. Jadi, saya nongkrong aja dulu di sana ngliatin anak-anak SD yang lagi pada olah raga sama gurunya. Menikmati pemandangan Jogja yang khas di pagi hari punya rasa yang lain.
Siangan saya jalan ke Malioboro. Udah lumayan rame, pedagang udah pada buka lapaknya. Saya mulai shoping window ngliat-liat batik dan aneka kerajinan masyarakat Jogja yang beraneka ragam, unik-unik dan menarik. Saya berjalan dari ujung satu ke ujung yang lainnya. Sesekali masuk ke kios ato toko batik yang isinya lebih bagus dari yang di luaran karena harganya juga lebih bagus. :p
See you again, Jogja!
Puas keliling malioboro dan udah dapet beberapa barang untuk buah tangan, saya langsung cabut. Soalnya kereta ke Bandung berangkat tengah hari. Jadi saya langsung nyamperin halte dan meluncur ke Lempuyangan.
Huff... gak kerasa udah 2 hari 1 malam saya di Jogja. Saatnya kembali ke Bandung dan back to reality. Kali ini saya ngga dapet tiket duduk :(
Tengah hari kereta datang dengan kondisi yang udah penuh bejibun. Calon penumpang yang baru uda pasti ngga dapet duduk, termasuk saya. Akhirnya saya merasakan juga apa yang dirasakan orang-orang di kereta pas berangkat. Emang, sih. Ngga enak. Tapi sensasinya luarrrr binasa...
Capek... letih... dan lemas... itu yang kurasakan sepanjang jalan. Tapi saya puas. Dahaga batin saya terobati. Akhirnya saya bisa melakukan perjalana yang sangat luarr biasa ini...
Dalam hati uda ngrencanain, "kemana ya perjalanan selanjutnya?" :)
Simak juga kisah kunjungan saya ke Jogja bersama teman-teman kaskuser ketika memberikan bantuan untuk korban letusan gunung Merapi di sini
Friday, 7 May 2010
Pertama Kali Menginjakkan Kaki di Eropa (Bag II)

Tersesat di Frankfurt
Setelah mengambang di angkasa selama kurang lebih 12 jam, pelan-pelan pesawat mendarat di andara Frankfurt sekitar jam 6 pagi waktu setempat. Saya dan penumpang lain langsung menuju ke Imigrasi desk dan ngambil bagasi.
Setelah itu saya langsung aktifin HP. Ada mesej! Berharap dari orang KJRI. Ngasih tau bahwa dia udah di bandara, nunggu jemput saya. Dengan penuh semangat saya baca mesej yang masuk dari orang KJRI itu. Tapi ternyata mereka ngga bisa jemput saya! Waduh... kumaha iyeu? I’m lost in love.. :p
Saya nyari layanan internet bandara. Tapi ternyata harus bayar kalo di sini. Padahal kalo di Soekarno Hatta ato di Changi gratis. Udah gitu mahal lagi. Yaudah saya pilih alternatif kedua, pake telpon koin yang kayaknya lebih murah. Setelah nuker receh, saya hubungi lagi petugas KJRI. Dan dia tetep ngga bisa jemput karna sibuk kerja. Dan dia suruh saya nyari sendiri aja wisma Indonesia. Huhuhu... tega banget. Saya kan ngga tau harus ke mana untuk nyampe alamat itu. Malah dia bilang, “masak udah nyampe Jerman harus balik lagi ke Indonesia?” What!
Yaudalah, ok saya kesana sendiri. Saya langsung tanya nenek-nenek petugas layanan informasi bandara (emang dia udah nenek-nenek), gimana bisa nyampe alamat ini “Zeppelinellee 23, 60325 Frankfurt”
Naloo... Bacanya aja susah gimana nemu alamatnya. Si nenek ngga tau pula di mana alamat itu. Gubrak!! Dia cuma ngasih tau saya harus naik kereta ke Frankfurt Am Main Hauptbahnhof. Setelah itu meneketehe katanya. Yowis, nek. Gimana saya bisa dapet kereta itu, saya bilang. Dia kasih tau lah saya harus ke sini ke sini dan ke sini. Muter-muterlah saya sendiri mengelilingi bandara nyari stasiun bawah tanah, tapi ga ketemuuu... Saya balik lagi ke si nenek dan minta dia nyatet caranya nemu si kereta ini karena konyol kalo ngandelin ingetan saya. Apalagi di setiap sudut bandara banyak jebakan-jebakan petunjuk. Kenapa jebakan? Karena semua petunjuk menggunakan bahasa Jerman. Bukannya ngasih petunjuk malah nambah ngga ngerti. Kalo di Indonesia kan mending kalo ada rambu gitu kan ada Indonesia ada Inggrisnya juga. Jahatt!!
Dan setelah nyari naik turun dan naik Skyway ketemulah saya dengan stasiun bawah tanah itu. Horee... berhasil.. berhasil... untuk kesekian kalinya saya beruntung. Haha!
Tapi kembali saya kebingungan. Gimana saya bisa beli tiket. Semua tulisan di sini bahasa Jerman. Jadi tiketnya itu ngga beli di loket, tapi di mesin.
Mintalah kembali bantuan satpam and I got the ticket. Belum selesai. Saya ngga tau harus turun di pemberhentian ke berapa untuk sampai di Frankfurt Am Main Hauptbahnhof. Dan ketika saya nanya orang informasi di stasiun, mereka jawabnya pake bahasa Jerman! “Mister lo bunuh aja deh gw!”
Trus nanya lagi deh ke satpam, dia ngasih tau saya berhenti di pemberhentian ke tiga. Okeh saya langsung aja turun ke underground dan nunggu kereta saya. Disitu ada tulisan digital yang menginformasikan kereta tujuan sini datang sekian menit lagi. And guess what? Kereta tepat seperti yang diinformasikan. Gada yang namanya kereta telat kayak yang sering terjadi di stasiun Cimekar.
Kereta saya datang. Saya segera masuk dan menempati tempat yang kosong. Gerbong emang ga penuh waktu itu, cuma ada 7 orangan. Saya langsung keliling ngliatin wajah mereka satu-satu. Nyari yang keliatan agak ramah. Dapet! Ada mas-mas yang kayaknya baek nih. Saya deketin dia dan tanya alamat yang saya tunjukkan. Eh, dia malah menggumam pake bahasa Jerman. Gusti, yaudahlah pasrah aja. Pokoknya saya itung pemberhentian ke tiga, saya turun.
Seperti yang dikatakan satpam di stasiun, saya pun turun di pemberhentian yang ketiga. Dan pas saya baca nama stasiunnya. Yippy... berhasil.. berhasil.. saya nyampe Frankfurt am Main Hauptbahnhof!
Trus kemana lagi? Nah itu, saya juga ga tau. Eh bentar, saya liat ada mba-mba bawa map (peta). Dari tampilan dia sih kayaknya backpacker. Saya cegat lah dia pas lagi jalan. “Mba.. mba... boleh liat petanya ga? Saya lagi nyari alamat ini,” saya bilang. Trus dia bilang, “oh ini gw punya satu lagi, ambil aje.”
Wah si mbanya baik banget. Saya buka peta itu dan mulai mencari-cari dimana alamat KJRI Frankfurt berada. Tapi sumpah, nambah bingung. Nyari di mana saya berada aja gatau! :p
Merasa sudah tak berdaya, saya kembali mencari bantuan. Saya nemu lagi telpon koin. Saya rogoh kantong dalam-dalam mencari masih ada sisa tak recehan yang saya tukerin di bandara.
Yes, masih! Saya tekan nomor mba KJRI lagi, nyambung:
Saya: “mba, sekarang saya di stasiun Frankfurt!” dengan girangnya.
Mba: “Fankfurt mana?”
Saya: “Frankfurt mana?” saya bingung.
Mba: “iya. Stasiun Frankfurt tuh ada dua. Kalo kamu di stasiun Frankfurt aja, kamu nyasar jauh,”
Saya: “bentar mba diliat dulu,” saya ngliat lagi nama stasiun ini. “Bener kok, mba. Saya di Frankfurt am Main Hauptbahnhof!”
Mba: “yaudah, kebetulan saya lagi lewat depan sini. Tunggu aja di pusat informasi”
Saya: “Okeh!”
Yippy.... berhasil... berhasil...
Kaki saya kayak jalan sendiri nyari pusat informasi. Nga lama kemudian saya nyampe tempat itu. Sekarang saya nyari yang mana nih si mbanya. Pokoknya cari yang muka Indonesia. Ada, cewek wajah Asia. Tapi agak ragu, mukanya agak-agak thailand ato orang jepang asia timur yang kecokelatan. Trus saya pura-pura aja lewat depan dia sambil clingukan. Trus kata mba nya, “Khaerul ya?”
Iyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Huhuhuhuhu.... saya ketemu orang Indonesia juga. Beneran seneng banget ketemu lagi sama orang Indonesia. Bosen dari tadi liat Bule di mana-mana. Hahaha... mulai ujub. Oya, di sini mah saya kali ya yang jadi bule. Hehe..
Trus sama si mba nya di bawa ke starbucks dan dikenalin ke mas-mas orang Indonesia juga. Ditanyain, “lapar, mgga?”
Lapaaaaaar....
Baca juga cerita saya backpackeran seorang diri
Backpackeran ke Jogja Pertama Kali
Pertama Kali Menginjakkan Kaki di Sumatera
Solo Overland ke Timor Leste dengan Sepeda Motor
Camping di Sukamantri Seorang Diri
Pertama Kali Menginjakkan Kaki di Eropa (Bag I)

Tepat hari ini, taun kemaren saya melakukan perjalanan untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di eropa. Mungkin bagi orang lain itu bukan sejarah yang berarti, namun bagi saya itu adalah hasil dari sebuah perjuangan untuk mewujudkan mimpi.
Kayaknya dari saya masih jabang bayi, dalam diri saya sudah tumbuh benih-benih jiwa penjelajah, penikmat setiap jengkal ciptaann-Nya yang maha dahsyat. Bahkan kayaknya yang pertama kali diinstal dalam diri saya adalah sense of traveling. Haha... sumpah setiap saat saya selalu memikirkan suatu perjalanan menjelajah dunia. Hahaha
Saya pergi ke eropa taun kemaren seorang diri. Benar, setiap teman yang tau hal ini pasti geleng kepala atau seakan muka mereka berbicara “orang gila!” But it’s truly wondefrul, guys. Saya seperti merasakan suatu sensasi penjelajahan ke unknown place dan benar-benar chalenging.. hihi
Hanya bermodalkan secarik note dari mba-mba travel agent tempat saya booking tiket pesawat, saya pun meluncur seorang diri tanggal 070609 (nomer kramat tuh, pasang besok dijamin keluar).
Saya berangkat dari kosan pagi. Saya harus nyari money changer dulu ni di Bandung, buat beli Euro sama Dollar, ditemani bapak kos (trimakasih ya pak). Kita ke money changer yang deket alun-alun Bandung. Ternyata persediaan uang mereka habis dan baru datang jam 09.30. Nooo... Padahal saya pesen Prima Jasa dari BSM ke bandara jam 09.00. Bapak kos nyaranin geser jam keberangkatan prima jasa. Soalnya I wouldn’t make it. Yaudah saya telpon lah ke prima jasa dan ternyata bisa digeser. Saya jadi berangkat yang jam 10.00.
Trus kita nyari money changer lain di Golden Money Changer di Jl. Ir. H. Juanda. Nyampe sana masih tutup! Baru buka jam 09.30 kata satpam. Damn! Yasudah saya nunggulah beberapa menit di sana. Bapak kos beliin sarapan di toko kue sebelah money changer. Hiks.. Bapak kosnya baik banget, nambah bikin suasana mengharu biru.
Money changer buka, saya dapet antrian no 2. Setelah saya dapet euro dan dollar, kita langsung meluncur ke BSM. Kita masih sempet nyampe BSM dan bis belum berangkat. Bapak kos langsung pulang, saya pun cium tangan dulu dan minta doa beliau.
Bis dengan nomer 019 pun berangkat. Dengan nomer tiket 441677 saya duduk di seat 13 (magic number). Perjalanan Bandung-Jakarta berjalan lancar dan akhirnya saya nyampe bandara di terminal 2D. Setelah saya check in, bayar airport tax dan fiskal (saya dapet gratis, punya NPWP) dan nunggu borading, tiba-tiba HP bunyi. Ibu saya di Cirebon nelpon. Nanyain ada di mana? Apa semuanya lancar? Hiks... sekali lagi suasana mengharu biru berhasil tercipta. Dengan suara lembut penuh kasihnya ibu saya cuma bisa pesen hati-hati di jalan dari sebrang telpon.
Tiba-tiba ibu saya minta ngomong sama temen saya. What! Saya ngga kasih tau beliau saya berangkat seorang diri. Gila aja, ya walopun kayaknya tetep ngijinin berangkat, kalo tau saya sendirian dia nambah panik aja ntar. And I didn’t want to worry her. Akhirnya saya berkelit temen saya ngga ada di sebelah saya, lagi pergi dulu (pergi duluan kemarin). Untungnya ibu saya mengiyakan saja tidak terlalu memaksa. Fiuh...
Dan tepat jam 16.20 pesawat Garuda Indonesia nomer penerbangan GA832 pun memanggil untuk membawa saya terbang. Dari gate E6 saya segera menuju pesawat dan langsung menuju class Y di seat 10A. Beberapa saat kemudian pelan-pelan pesawat meninggalkan bandara dan melesat mengantarkan saya ke Changi Airport, Singapore.
Nyampe Changi jam 7 lebihan waktu setempat. Saya langsung menuju teriminal desk buat lapor ulang untuk melanjutkan penerbangan ke Frankfurt. Sambil nunggu antrian, saya kabari orang di rumah dan orang KJRI Frankfurt untuk minta di jemput di Bandara Frankfurt.
Setelah semuanya beres, mata saya tertuju ke sebuah rombongan ibu-ibu berkerudung. Dari wajah dan penampilan mereka, saya setengah menebak mereka adalah TKW Indonesia. Saya pun memberanikan diri menyapa mereka. Dan benar dugaan saya.
Saya sempet ngobrol sebentar dengan mereka. Ternyata tujuan mereka ke Jordan dan sedang tidak pasti menunggu tiket mereka. Katanya pas check in, paspor mereka ditahan sama petugasnya, entah kenapa. Dalam hati saya merasa kasian juga. Kenapa orang kita sering diperlakuakan tidak adil. Padahal kalo liat jadwal tiket, pesewat mereka terbang setengah jaman lagi. Ckckck... sayang tapi saya ngga bisa bantu banyak. Saya pun langsung pamitan sama ibu-ibu TKW pahlawan devisa negara itu, dan melangkah pergi hanya membawa iba saja.
Sekitar dua jam saya menunggu keberangkatan pesawat. Saya manfaatkan untuk keliling bandara sambil nyari batere buat kamera dan membuka akun facebook untuk melaporkan keberadaan saya ke teman-teman yang sudah lebih dulu nyampe di Frankfurt.
Setelah menunggu lumayan lama, akhirnya jam setengah sebelas boarding juga. Dan sikap penistaan terhadap orang Indonesia pun kembali terjadi. Pas di cek tiket, saya (yang berwajah Indonesia) diminta menunjukkan paspor. Padahal penumpang yang lain (yang berwajah bule) ngga ada tuh yang diperlakukan demikian sama si petugas. Deskriminasi! Iyalah, saya langsung ngliatin muka gahar, menandakan ngga suka sama perlakuan dia. Teman si petugas yang meriksa bagasi kayaknya tau ketidaknyamanan saya dan bilang, “iya.. tau nih dia emang agak *menyilangkan telunjuuknya di dahi*” dengan dialek yang ngga jelas.
Tapi akhirnya saya masuk juga ke Qantas Airways nomer penerbangan QF5. Ibu-ibu pramugari langsung kasih tau seat 62B. Ternyata seat saya di tengah antara dua bule muda. Hmmm.. dalam hati saya udah ngerasa bakalan dapet penerbangan yang kurang nyaman nih.
Benar saja, sepanjang perjalanan mereka ngobrol berdua. Berasa yang cewek ngomong di kuping kiri dan yang cowok ngomong di kuping kanan. Shut up! Meding ngomongnya jelas, mereka ngomong pake bahasa alien nih kayaknya. Tapi untungnya kondisi segera membaik. Setelah kru kapal ngasih makan, mereka langsung ngorok. Huff... aman lah dunia sekarang...
Setelah landing di Frankfurt, saya masih harus mencari alamat wisma Indonesia untuk bertemu dengan teman-teman yang lain. Semua petunjuk menggunakan bahasa Jerman yang tidak saya mengerti sama sekali. Bagaimana saya bisa sampai ke sana. Silahkan baca di catatan berikutnya Pertama Kali Menginjakkan Kaki di Eropa (Bag II)
Wednesday, 5 May 2010
Kemping di Pulau Tak Berpenghuni
Kemping di Pulau Seribu awal April 2010 memang tiada duanya. Apalagi jalan bareng geng ganas yang saya temukan di kaskus traveler ini. Kami bermalam di pulau tak berpenghuni. Tiga hari dua malam kami habiskan bersama. Malam pertama kita kemping di Pulau Semak daun dan malem kedua kita nginep di homestay. Dua-duanya seru dan super osemmm..
Setelah kita melakukan perjalanan kurang lebih 3 jam dari Muara Angke, sampailah kita di Pulau Pramuka. Yup, pasti udah ngga pada asing lagi sama pulau yang satu ini. Soalnya udah sering banget di liput di tipi-tipi. Pulau Pramuka itu pusat pemerintahan kepualuan seribu. Jangan salah, di pulau sekecil ini udah ada Rumah Sa
kit, Bank DKI, Pegadaian, ada juga sekolah dari tingkat SD ampe SMA, Masjid, dll. Jangan membayangkan pulau Pramuka yang masih primitif pada pake batu buat manah ikan. Nooo...
Kita ke pulau Pramuka sebenernya cuma mau singgah aja. Soalnya nanti malem kita kemping ke pulau Semak Daun. Cuma, karena di sana belum ada apa-apa, kita nyiapin segala sesuatunya di Pramuka. Mulai dari air bersih untuk keperluan bebersih non mandi dan wudu, ikan buat bakar-bakar di sana ya kan, lengkap sama areng, minyak tanah, panggangan plus bumbu bakarnya juga, ngga ketinggalan nasinya juga. Kita pilih nasi yang udah jadi. Karena setelah dipikir-pikir, beli beras ga praktis, cuy.
Setelah semua perlengkapan komplit, beres sholat Jum'at kita semua melucur ke TKP pake kapal Naga Mas. Perjalanan kita tempuh kurang lebih 20 menit. Dan terlihatlah pulau smekdon (Semak Daun). Di sana sudah terlihat beberapa wisatawan yang sedang snorkeling atau santai-santai di pinggir pantai sambil nyanyi lagu pantai. Hahaha
Setelah kapal merapat di dermaga, saya dan Iput, diikuti Tiara dan Aconk, langsung menemui kakek penjaga pulau yang kebetulan ada di dermaga yang sedang menambatkan perahu yang berlabuh. Kita ijin dulu mau pake pulau ini semalem. Dan si kakek langsung mengiyakan saja dan menyuruh kita melihat lokasi dulu. Yaudah kita langsung meluncur ke pulau. Ternyata sudah ada beberapa tenda yang berdiri di sana. Kita nyari tempat yang agak misah dari tenda-tenda yang lain biar berasa di private island.
Untuk mendeskripsikan sebesar pulau ini, saya bisa mengatakan, saya dan Iput hanya butuh waktu 5 menitan untuk mengitari pulau ini. Yup, di sinilah kita akan bermalam. Setelah bersusah payah dan bermandikan keringat mengitari pulau ini, akhirnya kita temukan di ujung barat pulau ini tempat yang cocok dengan kriteria di atas. Akhirnya, kita kembali ke pasukan yang menunggu di dermaga dan membawa semua logistik.
Oya, jumlah kita semuanya 17 orang. Cewek 6, sisanya cowok dan lain-lain. Yang cowok kebagian bawa galon. Lumayan, udah berat harus nglewatin medan pasir pula yang nambah berat aja rasanya. Tapi kita tetep semangat cuy!
Setelah semua sampai TKP, kita langsung bangun tenda. Soalnya kalo keburu gelap berabe kan. Gelap-gelapan, ntar grepe-grepe nyari tambang yang di pegang ulerr!! hahaa...
Setelah tenda beres, para cewek langsung berganti kostum. Tidak sabar untuk menceburkan diri di pantai. Sementara yang cowok beraktipitas sesuka hati, ada yang gatel ngikut nyebur dan ada yang kelaperan nyari makan. Oya, disana ada warung yang ngejual mi rebus sama kelapa muda. Diduga kuat itu milik keturunan si kakek penjaga pulau. Ada juga yang nyari kayu buat bikin api unggun.
Setelah senja akan menjelang, semua aktifitas terpusat di bibir pantai sebelah barat. Apalagi kalau bukan melakukan ritual traveler, popotoan. Kita berpose dari mulai gaya loncat, gaya mengintip di kayu, sampe gaya sure dan berani! Tentunya tak ketinggalan kita ambil gambar siluet kita.
Saking asiknya berpose ria, sampe ngga pada peduli tenda cowok roboh! Pasalnya tenda yang satu ini pake tenda segitiga. Kalo yang dua lagi tenda dom amanlah. Kenapa bisa roboh? Anginnya gila berhembus kuenceng.
Angin yang berhembus sejadi-jadinya tidak berhenti sampai di situ. Semakin malam angin ini semakin menggila. Sampai-sampai acara bakar-bakaran dipercepat habis magrib dan suasana menjadi sangat dramatis. Di sebuah pulau yang sangat kecil, tak berpenghuni dan tidak ada penerangan. Sekelompok anak manusia bergerombol sedang bersusah payah membuat api yang terus ditiup angin. Angin semakin bertiup kencang seiring prosesi pembakaran ikan. Setelah mateng, kita makan dengan lahapnya walaupun sesekali harus mengunyah pasir yang diterbangkan angin.
Karena angin memang sangat menggila, tak banyak aktifitas yang bisa kita lakukan setelah itu. Kita masuk tenda. Dan akhirnya sebagian tertidur juga.
Tengah malam saya terbangun, dan apa yang terjadi? Ombak menjilat-jilat tenda kami. Padahal Sore tadi jarak tenda dengan pantai lumayan jauh. Sekarang tiggal beberapa jengkal saja. Sedangkan malam masih panjang. Bisa anda bayangkan bagaimana kondisi saat itu..
Dan harapan hidup pun kembali hadir setelah fajar menjelang. Laut kembali surut dan rona merah mulai terpancar di sebelah timur. Kami bangun dengan wajah penuh semangat. Kita langsung menuju dermaga pulau yang berada di sebelah timur pulau. Dan lagi-lagi kita berpoto ria disana. Sebaian ada yang tak tahan merasakan jernihnya air sambil melakukan sesi poto loncat. hahaha...
Dan akhirnya kami bahagia selamnya...
Setelah kita melakukan perjalanan kurang lebih 3 jam dari Muara Angke, sampailah kita di Pulau Pramuka. Yup, pasti udah ngga pada asing lagi sama pulau yang satu ini. Soalnya udah sering banget di liput di tipi-tipi. Pulau Pramuka itu pusat pemerintahan kepualuan seribu. Jangan salah, di pulau sekecil ini udah ada Rumah Sa

Kita ke pulau Pramuka sebenernya cuma mau singgah aja. Soalnya nanti malem kita kemping ke pulau Semak Daun. Cuma, karena di sana belum ada apa-apa, kita nyiapin segala sesuatunya di Pramuka. Mulai dari air bersih untuk keperluan bebersih non mandi dan wudu, ikan buat bakar-bakar di sana ya kan, lengkap sama areng, minyak tanah, panggangan plus bumbu bakarnya juga, ngga ketinggalan nasinya juga. Kita pilih nasi yang udah jadi. Karena setelah dipikir-pikir, beli beras ga praktis, cuy.
Setelah semua perlengkapan komplit, beres sholat Jum'at kita semua melucur ke TKP pake kapal Naga Mas. Perjalanan kita tempuh kurang lebih 20 menit. Dan terlihatlah pulau smekdon (Semak Daun). Di sana sudah terlihat beberapa wisatawan yang sedang snorkeling atau santai-santai di pinggir pantai sambil nyanyi lagu pantai. Hahaha
Setelah kapal merapat di dermaga, saya dan Iput, diikuti Tiara dan Aconk, langsung menemui kakek penjaga pulau yang kebetulan ada di dermaga yang sedang menambatkan perahu yang berlabuh. Kita ijin dulu mau pake pulau ini semalem. Dan si kakek langsung mengiyakan saja dan menyuruh kita melihat lokasi dulu. Yaudah kita langsung meluncur ke pulau. Ternyata sudah ada beberapa tenda yang berdiri di sana. Kita nyari tempat yang agak misah dari tenda-tenda yang lain biar berasa di private island.
Untuk mendeskripsikan sebesar pulau ini, saya bisa mengatakan, saya dan Iput hanya butuh waktu 5 menitan untuk mengitari pulau ini. Yup, di sinilah kita akan bermalam. Setelah bersusah payah dan bermandikan keringat mengitari pulau ini, akhirnya kita temukan di ujung barat pulau ini tempat yang cocok dengan kriteria di atas. Akhirnya, kita kembali ke pasukan yang menunggu di dermaga dan membawa semua logistik.
Oya, jumlah kita semuanya 17 orang. Cewek 6, sisanya cowok dan lain-lain. Yang cowok kebagian bawa galon. Lumayan, udah berat harus nglewatin medan pasir pula yang nambah berat aja rasanya. Tapi kita tetep semangat cuy!
Setelah semua sampai TKP, kita langsung bangun tenda. Soalnya kalo keburu gelap berabe kan. Gelap-gelapan, ntar grepe-grepe nyari tambang yang di pegang ulerr!! hahaa...
Setelah tenda beres, para cewek langsung berganti kostum. Tidak sabar untuk menceburkan diri di pantai. Sementara yang cowok beraktipitas sesuka hati, ada yang gatel ngikut nyebur dan ada yang kelaperan nyari makan. Oya, disana ada warung yang ngejual mi rebus sama kelapa muda. Diduga kuat itu milik keturunan si kakek penjaga pulau. Ada juga yang nyari kayu buat bikin api unggun.
Setelah senja akan menjelang, semua aktifitas terpusat di bibir pantai sebelah barat. Apalagi kalau bukan melakukan ritual traveler, popotoan. Kita berpose dari mulai gaya loncat, gaya mengintip di kayu, sampe gaya sure dan berani! Tentunya tak ketinggalan kita ambil gambar siluet kita.
Saking asiknya berpose ria, sampe ngga pada peduli tenda cowok roboh! Pasalnya tenda yang satu ini pake tenda segitiga. Kalo yang dua lagi tenda dom amanlah. Kenapa bisa roboh? Anginnya gila berhembus kuenceng.
Angin yang berhembus sejadi-jadinya tidak berhenti sampai di situ. Semakin malam angin ini semakin menggila. Sampai-sampai acara bakar-bakaran dipercepat habis magrib dan suasana menjadi sangat dramatis. Di sebuah pulau yang sangat kecil, tak berpenghuni dan tidak ada penerangan. Sekelompok anak manusia bergerombol sedang bersusah payah membuat api yang terus ditiup angin. Angin semakin bertiup kencang seiring prosesi pembakaran ikan. Setelah mateng, kita makan dengan lahapnya walaupun sesekali harus mengunyah pasir yang diterbangkan angin.
Karena angin memang sangat menggila, tak banyak aktifitas yang bisa kita lakukan setelah itu. Kita masuk tenda. Dan akhirnya sebagian tertidur juga.
Tengah malam saya terbangun, dan apa yang terjadi? Ombak menjilat-jilat tenda kami. Padahal Sore tadi jarak tenda dengan pantai lumayan jauh. Sekarang tiggal beberapa jengkal saja. Sedangkan malam masih panjang. Bisa anda bayangkan bagaimana kondisi saat itu..
![]() |
Semak Daun jumping foto sesion. Photo by Ero |
Dan harapan hidup pun kembali hadir setelah fajar menjelang. Laut kembali surut dan rona merah mulai terpancar di sebelah timur. Kami bangun dengan wajah penuh semangat. Kita langsung menuju dermaga pulau yang berada di sebelah timur pulau. Dan lagi-lagi kita berpoto ria disana. Sebaian ada yang tak tahan merasakan jernihnya air sambil melakukan sesi poto loncat. hahaha...
Dan akhirnya kami bahagia selamnya...
Saturday, 17 April 2010
Kaskus Traveler Era 70-an
Kisah Abang Sopir Angkot yang Juga Kaskuser
Sebelum keberangkatan, saya, Iput dan Geri udah pernah ketemu sekali pas kopdar di BSM itu. Nah, untuk yang lain, selama ini kan kita cuma bisa bergumul di kaskus, YM, FB, SMS, paling banter denger suara di telpon. Sekarang kita nunggu wujud penampakan mereka di Muara Angke.
Kita nyampe Angke sekitar jam 5 lebih setelah dari rumah Aconk naik bis P6 ke Grogol. Nyampe Grogol sebenernya kita janjian ketemuan sama Ero dari Bogor dan dua temennya, Lucky, dan Cris . Cuma setelah dihubungi Acong selaku koordinator kloter 1 asal Jakarta, mereka masih pada jauh. Jadi mereka suruh kita nungguin di Angke aja. Jadilah dari Grogol kita langsung naik angkot B01 warna merah. Karna kita sebelas orang dengan bawaan yang melimpah, kita isi penuh tuh angkot dan langsung meluncur ke Muara Angke.
Angkot waktu itu luamayan banyak juga yang udah nongkrong nungguin penumpang. Padahal di situ bener-bener sepi jam setengah lima, kayaknya calon penumpang cuma kita aja. Kayaknya para supir angkot udah pada tau bakalan banyak orang yang mau ke Muara Angke pagi itu. Iyalah, long weekand.
Malah, seminggu sebelum keberangkatan, kita denger kabar dari salah satu orang di P. Pramuka yang suka ngurusin homestay buat wisatawan, katanya tanggal 2-4 Aril 2010 bakalan ada satu rombongan 150 orang, ada juga 80 orang, ditambah kita 30 orang dan banyak kita-kita yang lain. Waduh, pantesan nih angkot pagi-pagi buta udah berjejer di mari.
Di angkot saya kebagian duduk di depan sama Epul. Sepanjang perjalanan si bang sopir ini ga diem-diem, nyrocos terus. Selidik punya selidik, ternyata dia kaskuser juga. :Ngga pada percaya kan? Bapak-bapak 50 tahunan kaskuser? Ngga lah, dia bukan kaskuser. Tapi, cara dia bikin trip-tripan kayak gini itu ngga jauh beda sama yang di Kaskus. Hanya saja, mereka masih menggunakan cara purbakala.
Jadi gini. Kata bang sopirnya, waktu jaman dia muda dulu suka ada pemuda-pemuda yang hobi jalan-jalan, anggap aja anak forum traveler kalo sekarang. Nah, mereka juga suka ngajakin pemuda yang lain buat ikutan trip mereka biar ada temennya dan menghemat biaya perjalanan. Caranya dibuatlah panitia, ada ketua dan lain-lainnya, anggep aja TS dan crewnya. Cuma, karena jaman purba blom ada internet jadi gada thread di forum online. Mereka pasang pamflet aja di setiap sudut kampung. Di tiang listrik, di pos ronda, dsb. Anggep aja kalo kita bikin thread. Di tulislah di pamflet itu “akan diadakan wisata ke Cibodas, Cianjur. Bagi yang berminat silahkan hubungi sodara Juki. (Si Juki ini Thread setternya atau TS). Biaya pendafataran sekian untuk ini ini bla.. bla... bla...” Udah gitu yang mau ikut langsung daftar ke ketua. Di data siapa aja yang ikut, kemudia diadain rapat buat persiapan perjalanan, anggep aja kopdar kalo anak kaskusnya. Kemudian berangkatlah mereka.
Kalo gitu apa bedanya sama anak-anak forum traveler?
Ternyata kita ketemu sama salah satu cikal bakal munculnya kaskus. Hahaha...
Abang sopir ini kocak banget dah pokoknya. Dia juga bilang jaman dia dulu hiburannya masih pake tape kompo jaman dulu yang guedheee itu, yang masih pake batere berapa biji, trus dia ketawa sendiri pas udah ceritanya. Ya ane mau ga mau ngormatin dia lah ikut ketawa, walau cuma ekting. Tapi si bang sopirnya dong dong juga. Pusing ngladenin dia.
Akhirnya, kami memasuki kawasan pelelangan ikan. Hidung saya langsung tersedak dengan aroma amis yang begitu menyengat. Mobil kami sempat bertabrakan dengan sebuah becak yang padat berlalu lalang di sana. Tapi anehnya ngga ada urusan yang berlanjut atau sumpah serapah yang biasa saya dengar ketika kejadian seperti itu di tempat lain. Sampai Epul di sebelah saya bilang, “orang-orang di sini bener-bener cuek bebek.”
Sebelum keberangkatan, saya, Iput dan Geri udah pernah ketemu sekali pas kopdar di BSM itu. Nah, untuk yang lain, selama ini kan kita cuma bisa bergumul di kaskus, YM, FB, SMS, paling banter denger suara di telpon. Sekarang kita nunggu wujud penampakan mereka di Muara Angke.
Kita nyampe Angke sekitar jam 5 lebih setelah dari rumah Aconk naik bis P6 ke Grogol. Nyampe Grogol sebenernya kita janjian ketemuan sama Ero dari Bogor dan dua temennya, Lucky, dan Cris . Cuma setelah dihubungi Acong selaku koordinator kloter 1 asal Jakarta, mereka masih pada jauh. Jadi mereka suruh kita nungguin di Angke aja. Jadilah dari Grogol kita langsung naik angkot B01 warna merah. Karna kita sebelas orang dengan bawaan yang melimpah, kita isi penuh tuh angkot dan langsung meluncur ke Muara Angke.
Angkot waktu itu luamayan banyak juga yang udah nongkrong nungguin penumpang. Padahal di situ bener-bener sepi jam setengah lima, kayaknya calon penumpang cuma kita aja. Kayaknya para supir angkot udah pada tau bakalan banyak orang yang mau ke Muara Angke pagi itu. Iyalah, long weekand.
Malah, seminggu sebelum keberangkatan, kita denger kabar dari salah satu orang di P. Pramuka yang suka ngurusin homestay buat wisatawan, katanya tanggal 2-4 Aril 2010 bakalan ada satu rombongan 150 orang, ada juga 80 orang, ditambah kita 30 orang dan banyak kita-kita yang lain. Waduh, pantesan nih angkot pagi-pagi buta udah berjejer di mari.
Di angkot saya kebagian duduk di depan sama Epul. Sepanjang perjalanan si bang sopir ini ga diem-diem, nyrocos terus. Selidik punya selidik, ternyata dia kaskuser juga. :Ngga pada percaya kan? Bapak-bapak 50 tahunan kaskuser? Ngga lah, dia bukan kaskuser. Tapi, cara dia bikin trip-tripan kayak gini itu ngga jauh beda sama yang di Kaskus. Hanya saja, mereka masih menggunakan cara purbakala.
Jadi gini. Kata bang sopirnya, waktu jaman dia muda dulu suka ada pemuda-pemuda yang hobi jalan-jalan, anggap aja anak forum traveler kalo sekarang. Nah, mereka juga suka ngajakin pemuda yang lain buat ikutan trip mereka biar ada temennya dan menghemat biaya perjalanan. Caranya dibuatlah panitia, ada ketua dan lain-lainnya, anggep aja TS dan crewnya. Cuma, karena jaman purba blom ada internet jadi gada thread di forum online. Mereka pasang pamflet aja di setiap sudut kampung. Di tiang listrik, di pos ronda, dsb. Anggep aja kalo kita bikin thread. Di tulislah di pamflet itu “akan diadakan wisata ke Cibodas, Cianjur. Bagi yang berminat silahkan hubungi sodara Juki. (Si Juki ini Thread setternya atau TS). Biaya pendafataran sekian untuk ini ini bla.. bla... bla...” Udah gitu yang mau ikut langsung daftar ke ketua. Di data siapa aja yang ikut, kemudia diadain rapat buat persiapan perjalanan, anggep aja kopdar kalo anak kaskusnya. Kemudian berangkatlah mereka.
Kalo gitu apa bedanya sama anak-anak forum traveler?
Ternyata kita ketemu sama salah satu cikal bakal munculnya kaskus. Hahaha...
Abang sopir ini kocak banget dah pokoknya. Dia juga bilang jaman dia dulu hiburannya masih pake tape kompo jaman dulu yang guedheee itu, yang masih pake batere berapa biji, trus dia ketawa sendiri pas udah ceritanya. Ya ane mau ga mau ngormatin dia lah ikut ketawa, walau cuma ekting. Tapi si bang sopirnya dong dong juga. Pusing ngladenin dia.
Akhirnya, kami memasuki kawasan pelelangan ikan. Hidung saya langsung tersedak dengan aroma amis yang begitu menyengat. Mobil kami sempat bertabrakan dengan sebuah becak yang padat berlalu lalang di sana. Tapi anehnya ngga ada urusan yang berlanjut atau sumpah serapah yang biasa saya dengar ketika kejadian seperti itu di tempat lain. Sampai Epul di sebelah saya bilang, “orang-orang di sini bener-bener cuek bebek.”
Saturday, 10 April 2010
Wisata Banjir Kota Jakarta
Transit Di Rumah Aconk
Menjelang tengah malam, kami sampai di Kp. Rambutan. Laskar Ganas langsung berjejer menempati trotoar. Kami menunggu kabar jemputan dari Aconk. Aconk adalah salah satu rombongan kloter 1 dari Jakarta yang kebetulan rumahnya ngga jauh dari terminal. Sambil nunggu Aconk, ngga lupa kita lakukan ritual popotoan.
Okeh, Saya coba telpon nomer Aconk dulu. Lah, ternyata nomernya ngga aktif. Mungkin dia udah tidur. Kita sebelumnya memang konfirmasi ke Acongnya jam 1 pagi. Tapi ternyata busnya cepet. Jadilah kita terdampar lumayan lama di Kp. Rambutan. Untungnya Iput dapet nomer CDMA Acong dari kumpulan kontak anak-anak yang ikutan ke P Seribu di Kaskus. Geri langsung menguhubungi Acong. Nyambung! Legalah kita!
Tapi ekspresi muka Geri kok malah bingung? Ada apa dengan Acong? Jangan-jangan dia ngga mau nampung kita. Ngga lama kemudian Geri ngasih telponnya ke saya. Pertama kalinya saya denger suara Acong, dia bilang, “rumah gw banjir!” Gubrak!!
“Trus Gimana Conk?”
Ternyata banjirnya ngga sampe masuk rumah Aconk. Cuma jalan yang menuju rumahnya tergenang air sebatas lutut orang dewasa. Sebelum konfirmasi kita jadi kesana ato ngga, saya minta kesepakatan dulu ke yang lain, mau sampe jam 3 kemping dipinggir jalan, atau mau nerjang banjir buat singgah ke rumah Aconk.
Akhirnya, daripada kita ngga jelas disini, serempak anak-anak menyingsingkan celana dan mengganti sandal bagi yang pake sepatu. “Itung-itung latian di sana!,” salah satu temen nyeltuk. “Horee… kita bisa merasakan banjir Jakarta!,” tambah yang lain. Sekalian aja pemanasan snorkeling!
Setelah semua siap, kita berangkat. Sesuai instruksi Aconk, kita harus lewat jembatan penyebrangan dulu, barulah kita bisa bertemu dengan dia di seberang sana. Dan demi bertemu sang Aconk, kita semua rela menaiki jembatan yang medannya becek dan licin. Lagi-lagi ada yang nyletuk “pemanasan buat di sana…” Emang di sana kita mau hiking apa?
Dan betul saja, setelah semua sampai di sebrang jalan, tampaklah pria tambun yang sedang bertengger di motornya. Setelah berkenalan dan berbasa-basi dikit, Aconk langsung memandu kita menuju rumahnya.
Di tengah perjalanan ada tulisan yang menggoda Laskar Ganas untuk mengelurakan kameranya. 'KERAJAAN SAUDI ARABIA' "Poto.. poto..!" Potolah semuanya disana. Aconk yang anak setempat nyengir prihatin melihat tingkah laku teman barunya, "Untung malem.."
Awalnya kita mengira ini keduataan besar AS, ternyata bukan. Itu kayak semacam institusi pendidikan. Kitanya aja yang ngga awas, liat tulisan di atasnya aja ngga sampe tuntas ke bawah.
Lama kami berjalan. Belok kanan kiri, masuk gang, keluar gang, tapi banjir tak kunjung datang. "Mana banjirnya Cong?" Berkali-kali ada yang nanyain banjir ke Aconk. Dan parahnya lagi, sepanjang perjalanan kita ketawa ketiwi becandaan. Nga nyadar lagi di kampung orang di tengah malam yang bisa memungkinkan menggangu istirahat mereka. Bisa diusir kita dari kampung rambutan! Balik lagi ke Bandung, gajadi dong ke P Seribu. hahaha...
Setelah jalan lumayan jauh, ketemu juga banjirnya. Wajah-wajah sumringah yang dari tadi menantikan banjir langsung menceburkan diri. Plung! Pastinya kita ngga bakalan lewatin kesempatan ini, ritual popotoan pun tak terhindarkan. Kita menyebutnya BERWISATA BANJIR DI JAKARTA hahaha...
Sampailah di rumah Acong. Aktifitas kita pertama, ngantri kamer mandi untuk buang air ato sekedar cuci kaki. Trus barulah nyantai-nyantai, ngobrol-ngobrol, rebahan di lantai. Ada kasur juga, tapi langsung di kuasai Bimbim yang langsung nyuri start untuk tidur. Anggi yang bawa bekel nasi dikeluarin. Epul juga keluarin makanan-makanannya. Eda sama Ambar karna merasa lapar dan ngga bawa bekel dia masak mie goreng. Setelah semua makanan kumpul, makanlah kita bersama. Semenetara Acong dengan keahliannya beraksi layaknya bartender, nyedian minuman buat tamunya.
Setelah perut kenyang dan kondisi badan yang lumayan letih, apalagi yang dilakukan selain ngglosor. Secara naluriah satu persatu langsung mencari posisi buat bersarang. Dan semuanya tertidur, kecuali Iput, Geri, Aconk, dan saya. Kita ngobrol-ngobrol lagi ngomongin rombongan kloter 2 yang update di kaskus. Bang TS yang dari sore terus menanyakan kabar kita via sms ke Iput
Kita juga ngobrolin perlengkapan buat kemping karena ada yang belum lengkap; beras , norit penunda pup -di pulau semak daun tempat kita kemping belum berpenghuni, cuma ada penjaga pulau, jadi agak repot kalo harus keluarin telor kita- kartu remi , dan kebetulan si Geri juga butuh ke ATM.
Aconk yang orang sana tau dimana bisa ngedapetin semua itu. Dengan kendaraan pribadinya Acong dan Geri meluncur keluar menerjang udara malam Jakarta. Tinggalah saya dan Iput berdua yang masih terjaga.
Ngga semua barang mereka dapetin. Tapi mereka dapet kue cuhcur. Kami samber bersama-sama si cuhcur.
Waktu udah menunjukkan pukul 3 pagi. Tapi anak-anak yang lain masih pada terlelap. Walau kasihan melihat mereka masih terlihat pulas, tapi apa boleh buat kita bangunkan mereka. Perjalanan kita masih panjang, guys.
Setelah semua berkemas. Kita melanjutkan perjalanan. Banjir sekarang telah surut, menyisakan aspal yang dingin.
Okeh, Saya coba telpon nomer Aconk dulu. Lah, ternyata nomernya ngga aktif. Mungkin dia udah tidur. Kita sebelumnya memang konfirmasi ke Acongnya jam 1 pagi. Tapi ternyata busnya cepet. Jadilah kita terdampar lumayan lama di Kp. Rambutan. Untungnya Iput dapet nomer CDMA Acong dari kumpulan kontak anak-anak yang ikutan ke P Seribu di Kaskus. Geri langsung menguhubungi Acong. Nyambung! Legalah kita!
Tapi ekspresi muka Geri kok malah bingung? Ada apa dengan Acong? Jangan-jangan dia ngga mau nampung kita. Ngga lama kemudian Geri ngasih telponnya ke saya. Pertama kalinya saya denger suara Acong, dia bilang, “rumah gw banjir!” Gubrak!!
“Trus Gimana Conk?”
Ternyata banjirnya ngga sampe masuk rumah Aconk. Cuma jalan yang menuju rumahnya tergenang air sebatas lutut orang dewasa. Sebelum konfirmasi kita jadi kesana ato ngga, saya minta kesepakatan dulu ke yang lain, mau sampe jam 3 kemping dipinggir jalan, atau mau nerjang banjir buat singgah ke rumah Aconk.
Akhirnya, daripada kita ngga jelas disini, serempak anak-anak menyingsingkan celana dan mengganti sandal bagi yang pake sepatu. “Itung-itung latian di sana!,” salah satu temen nyeltuk. “Horee… kita bisa merasakan banjir Jakarta!,” tambah yang lain. Sekalian aja pemanasan snorkeling!
![]() |
Wisata banjir Jakarta |
Dan betul saja, setelah semua sampai di sebrang jalan, tampaklah pria tambun yang sedang bertengger di motornya. Setelah berkenalan dan berbasa-basi dikit, Aconk langsung memandu kita menuju rumahnya.
Di tengah perjalanan ada tulisan yang menggoda Laskar Ganas untuk mengelurakan kameranya. 'KERAJAAN SAUDI ARABIA' "Poto.. poto..!" Potolah semuanya disana. Aconk yang anak setempat nyengir prihatin melihat tingkah laku teman barunya, "Untung malem.."
Awalnya kita mengira ini keduataan besar AS, ternyata bukan. Itu kayak semacam institusi pendidikan. Kitanya aja yang ngga awas, liat tulisan di atasnya aja ngga sampe tuntas ke bawah.
Lama kami berjalan. Belok kanan kiri, masuk gang, keluar gang, tapi banjir tak kunjung datang. "Mana banjirnya Cong?" Berkali-kali ada yang nanyain banjir ke Aconk. Dan parahnya lagi, sepanjang perjalanan kita ketawa ketiwi becandaan. Nga nyadar lagi di kampung orang di tengah malam yang bisa memungkinkan menggangu istirahat mereka. Bisa diusir kita dari kampung rambutan! Balik lagi ke Bandung, gajadi dong ke P Seribu. hahaha...
Setelah jalan lumayan jauh, ketemu juga banjirnya. Wajah-wajah sumringah yang dari tadi menantikan banjir langsung menceburkan diri. Plung! Pastinya kita ngga bakalan lewatin kesempatan ini, ritual popotoan pun tak terhindarkan. Kita menyebutnya BERWISATA BANJIR DI JAKARTA hahaha...
Sampailah di rumah Acong. Aktifitas kita pertama, ngantri kamer mandi untuk buang air ato sekedar cuci kaki. Trus barulah nyantai-nyantai, ngobrol-ngobrol, rebahan di lantai. Ada kasur juga, tapi langsung di kuasai Bimbim yang langsung nyuri start untuk tidur. Anggi yang bawa bekel nasi dikeluarin. Epul juga keluarin makanan-makanannya. Eda sama Ambar karna merasa lapar dan ngga bawa bekel dia masak mie goreng. Setelah semua makanan kumpul, makanlah kita bersama. Semenetara Acong dengan keahliannya beraksi layaknya bartender, nyedian minuman buat tamunya.
Kita juga ngobrolin perlengkapan buat kemping karena ada yang belum lengkap; beras , norit penunda pup -di pulau semak daun tempat kita kemping belum berpenghuni, cuma ada penjaga pulau, jadi agak repot kalo harus keluarin telor kita- kartu remi , dan kebetulan si Geri juga butuh ke ATM.
Aconk yang orang sana tau dimana bisa ngedapetin semua itu. Dengan kendaraan pribadinya Acong dan Geri meluncur keluar menerjang udara malam Jakarta. Tinggalah saya dan Iput berdua yang masih terjaga.

Waktu udah menunjukkan pukul 3 pagi. Tapi anak-anak yang lain masih pada terlelap. Walau kasihan melihat mereka masih terlihat pulas, tapi apa boleh buat kita bangunkan mereka. Perjalanan kita masih panjang, guys.
Setelah semua berkemas. Kita melanjutkan perjalanan. Banjir sekarang telah surut, menyisakan aspal yang dingin.
Bus Malam Bandung-Jakarta dan Cerita Horor di Tol Cipularang
Kami telah memilih bus malam yang akan kami ambil dari Bandung ke Jakarta. Kami putuskan untuk berangkat dari Cileunyi. Ada dua pilihan keberangkatan bus Bandung-Jakarta seperti yang saya ceritakan dalam postingan sebelumnya Trip Kepulauan Seribu.
Satu per satu teman yang kami tunggu berdatangan di Cileunyi. Mula-mula Epul datang karena lokasi dia memang deket dengan Cileunyi, Cicalengka. Pas Epul datang, ritual traveler dimulai, kami ambil-ambil gambar bersama. Terlalu dini memang, tapi apa boleh buat hasrat kami yang udah menggebu-gebu.
Beberapa saat kemudian Geri ngasih kabar bahwa dia udah nyampe di Cileunyi, deket bus yang saya perintahkan dia tunggu di sana. Padahal kita berlima belum mau kesana karna pasti akan dirariweuh sama calo-calo dan kondektur. Kami langsung menyusulnya karna tak tega membiarkan bocah ini sendiri di tempat seperti itu dengan keadaan jiwa Geri yang masih traumatis terhadap suasana ramai seperti di pasar dan terminal.
Betul saja, begitu sampai di tempat para penumpang menunggu bus kami langusng diserbu sekawanan calo-calo. Gila! Naluri pemburu mereka begitu tajam! Bagaikan selebritis, kami dikerumuni paparazi yang ingin mengekspose setiap gerak gerik langkah kami. Karna kami masih menunggu satu rombongan lagi, kami tak menggubris setiap tawaran mereka yang menggoda. Bae malah bilang, "ga bang! Lagi nunggu jemputan." Set dah Bae, jemputan apaan, ambulan? *nauzubillah*
Setelah menunggu rombongan Iput yang lamaaa... Iyalah lama banget. Kita isi waktu dari mulai perkenalan Geri ke temen-temen, ke toilet, jajan, ke toilet lagi, jajan lagi, nyari gas buat kemping, sampe udah tawar menawar dulu sama kondektur bus Karunia Bakti. Kemudian akhirnya mereka menampakkan diri.
Setelah secara singkat kami berkenalan, kami langsung naik bus Karunia Bakti jurusan Tasik-Jakarta yang dari tadi dengan setia menunggu. Setelah semua bawaan dimasukin ke bagasi, giliran orangnya yang masuk. Kondisi bus waktu itu lumayan rame, tapi kita masih bisa dapet duduk berpasangan. Kecuali Epul yang terpaksa nyempil sendiri agak belakang. Saya satu baris sama Geri di jok yang bertiga (satu lagi diisi orang). Di samping baris kita ada Iput dan Bimbim. Diana, Anggi, dan Bae duduk bertiga di depan. Sisanya Edadan Ambar duduk berdua.
Layaknya bis ekonomi yang lain, hiburan rakyat pun dimulai saat bis mulai memasuki tol. Dan kami masih menyesuaikan diri, belum bisa macem-macem. Di gerbang tol selanjutnya banyak orang yang turun, sehingga bis udah mulai kosong. Epul gabung dengan Eda dan Ambar, dan orang yang disamping Geri hengkang. Penumpang yang lain juga tampak duduk santai karena ga semua jok terisi. Setelah kondektur menagih ongkos dan keadaan mulai stabil, mulailah kisah penumpang bus umum yang tak tahu diri.
Cerita horor di Tol Cipularang
Iput, Geri, dan saya memulai pembicaraan dengan topik yang berganti-ganti. Mulai dari kabar keberangkatan temen-temen kaskuser yang lain, pengalaman-pengalaman traveling masing-masing, Geri yang sering autis melakukan perjalanan seorang diri dan Iput anak PA dengan segudang pengalamannya dalam pendakian di beberapa gunung, sampai tibalah cerita-cerita misteri yang mulai menggelitik lidah Iput untuk menceritakannya.
Cerita misteri Iput sebenernya dipicu oleh lokasi bus pada saat itu, yakni di kilometer 68-72 yang konon seringkali terjadi kejadian-kejadian yang ganjil. Tapi setelah kita minta cerita selengkapnya, Iput malah bilang, "tar aja jangan di sini banget ceritanya. Agak kesonon dikit. -_-"
Sambil menunggu kita melewati kilometer itu, bukannya Iput cerita yang lain dulu, Iput malah cerita misteri juga! Gubrak!! Dia cerita tentang pengalamannya mendaki Jaya Giri yang hampir disesatkan oleh makhluk halus sana. Tapi berkat kejantanan si Iput, si makhluk halus itu gagal memperdayanya.
Setelah kilometer 68-72 lewat, barulah Iput berani buka mulut. Ati-ati kalo mau jalan malem di Cipularang, terutama setelah waduk Jatiluhur ke arah Bandung. Pernah ada mobil misterius ngedim-ngedim. Waktu itu yang kejadian mau bailk ke Jakarta lewat Cipularang malem hari. Saat itu mobil di jalur kanan, tiba-tiba dari belakang ada mobil ngedim-ngedim. Abis itu si mobil minggir ke kiri ngasih jalan. Eh, itu mobil yang di belakang ikutan ke kiri juga sambil tetep ngedim-ngedim.
Karena kesel si sopir tancap gas. Eh, dia ikut-ikutan kenceng juga. Tetep dia masih ngedim-ngedim juga. Karena kesel didim mulu, si sopir ngintip dari spion tengah, itu mobil apa sih. Tapi setelah ngintip spion tengah dan sang sopir langsung liat jalan di depan, tiba-tiba udah ada buntut truk tinggal beberapa meter lagi. Si sopir sontak kaget dan langsung injek rem. Untung mobil gak ngguling. Abis ngerem si sopir intip lagi spion tengah, tapi mobil tadi udah nggak ada. Si sopir salip truk ternyata kendaran yang ada cuman mobil dia sama truk tadi aja. Depan gelap nggak ada mobil sama sekali. Serem abis, si sopir langsung merinding disko.
Cerita itu belum terlalu membuat saya dan Geri berkutik. Kemudian dengan wajah penuh misteri , Iput melanjutkan cerita. Masih tentang misteri tol Cipularang kilometer 68-72.
Pada suatu hari ada sekeluarga pergi ke Bandung. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan satu orang anak yg masih berumur 8 tahunan. Mereka berangkat dari Jakarta sekitar jam 9 an, malam Sabtu. Diperjalanan tiba-tiba anaknya kebelet kencing sampe aduh-aduhan.
Bapaknya bilang, "udah nanti aja pas di pintu tol, di sini gelaap!"
Tapi karena anaknya ngga kuat, berhentilah mereka. Lalu turunlah anak itu, sambil ibunya bilang, "jangan jauh-jauh ya nak.." "Iya..," kata si anak.
Tapi kedua orang tuanya merasa kok anak ini semakin jauh dan menjauh jalannya. "Hei.., jangan jauh-jauh.., di depan mobil aja!" kata si ibu. "Iya mah..," anaknya bilang lagi.
Lalu tak lama kemudian anak itu balik ke mobilnya dan duduk d belakang, sambil ayahnya bilang, "kamu nih gimana sih, kencing kok jauh-jauh amat!"
"Malu pah, diliat orang," jawab anaknya.
Setelah mereka sampai di Bandung, orang tuanya melakukan aktifitas biasa selama dua hari hingga hari minggu. Belanja, makan, mandi, tidur, dll. Pokoknya liburan lah. Tapi disela-sela liburan mereka, orangtuanya kayak melihat ada kejanggalan sama anaknya. Yang biasa anaknya ingin berenang di hotel, ini enggak. Dan anaknya terlihat murung, pucat, dan berubah jadi diem, tidak seperti biasanya.
"Kamu sakit..??" tanya si ibu. Tapi, anaknya dieeemm aja...
Akhirnya ayahnya memutuskan untuk pulang ke Jakarta hari Minggu. Rencana sebelumnya hari Senen. Hari Minggu dalam perjalanan pulang sekitar jam 10 an, kembali si anak kebelet kencing sampe aduh-aduhan.
"Aduh pah..kencing..., papah kenciiing..," kata si anak.
Akhirnya mereka berhentilah kembali. Anehnya mereka berhenti di KM yg sama seperti anaknya kencing sebelumnya. Hanya saja di jalur yg berbeda. Tetapi kali ini si anak tak kunjung kembali ke mobil. Bingunglah orang tuanya.
Karena terlalu lama nunggu dan nyari, mereka melapor ke petugas melalui nomer telepon pengaduan tol. Dalam percakapannya di telpon, petugas mengatakan ciri-ciri si anak yang ternyata persis seperti anak yang hilang tersebut. Orangtuanya kaget. Bagaimana bisa petugas tersebut tahu ciri-ciri anaknya. Petugas tersebut meminta kedua orangtua datang ke pos.
Akhirnya kedua orangtua tersebut langsung menuju pos sambil terheran-heran kenapa anaknya bisa ada disana?
Sesampainya di pos, ibunya langsung memeluk erat anaknya, dan memarahinya, "amu kemana sih! kok tiba-tiba disini?" hardik ibunya.
"Loh..! mamah yang kemana aja, aku ditinggalin. Aku teriak-teriak mamah gak denger..!" kata anaknya sambil nangis.
Dan tebak apa yang terjadi? Petugas polisi berkata, "bu jangan dimarahin. Anak ibu sudah di kantor kami selama dua hari sejak hari Jumat malam. Jrengg!!
Seketika ibu dan ayahnya duduk lemas dan saling memandang.
Ternyata pada waktu anaknya kencing dalam perjalanan ke Bandung, dia hanya kencing di samping kiri mobil, di balik pintu belakang. Tetapi ibu dan ayahnya melihat dia berjalan di depan mobil dan menjauh. Setelah sosok yang terlihat seperti anaknya kembali masuk ke dalam mobil, anak yang masih kencing ditinggal begitu saja. Sampai anaknya teriak-teriak, tetep mereka nggga denger.
Pertanyaannya, lalu siapa anak yang ikut ke Bandung dan berlibur bersama???
Setelah Iput selesai cerita, kita masih menahan ketawa karna saya dan geri teriak pas tau ternyata yang ikut ke Bandung bukan si anak tadi. Dan teriakan kita lumayan keras. Padahal kita udah nebak ceritanya bakalan kayak gitu. Tapi tetep aja endingnya bikin merinding-merinding disko!
(Iput dapet cerita ini dari Kaskus. Saya ceritain di sini sambil ngliat versi aslinya di Kaskus. Soalnya lupa-lupa inget :D)
Dan ternyata sepanjang Iput cerita horror tadi, penumpang yang lain juga ikut dengerin, karna suara iput lumayan keras dengan posisi duduk yang ngga lurus ke depan, tapi miring menghadap kita di sampingnya. Ditambah suasana bus yang memang sepi. Dan pas kita berdua teriak, ternyata yang lain pun ikut kaget sampe ada yang loncat dari kursi penumpang.
Ternyata selama itu penumpang yang lain ikut tercekem. Malah mereka lebih parah, tercekam sendirian di tempat duduk masing-masing dalam bus malam yang remang-remang dengan kanan kiri bukit-bukit gelap.
Ngga terasa kita udah nyampe Jakarta. Perjalanan Bandung-Jakarta yang begitu singkat. Setelah sampai di Kp. Rambutan dan semuanya turun, Diana berkomentar, “Dasar, kalian tadi ngobrol keras banget! Teriak-teriak lagi. Kayak mobil bus sendiri aja. Saya sampe bangun tau pas kalian teriak.” Hahaha
Kita baru sadar, ternyata selama di bus kita udah mengganggu kenyamanan para penumpang dengan aksi kita… Hahaha
Satu per satu teman yang kami tunggu berdatangan di Cileunyi. Mula-mula Epul datang karena lokasi dia memang deket dengan Cileunyi, Cicalengka. Pas Epul datang, ritual traveler dimulai, kami ambil-ambil gambar bersama. Terlalu dini memang, tapi apa boleh buat hasrat kami yang udah menggebu-gebu.
Beberapa saat kemudian Geri ngasih kabar bahwa dia udah nyampe di Cileunyi, deket bus yang saya perintahkan dia tunggu di sana. Padahal kita berlima belum mau kesana karna pasti akan dirariweuh sama calo-calo dan kondektur. Kami langsung menyusulnya karna tak tega membiarkan bocah ini sendiri di tempat seperti itu dengan keadaan jiwa Geri yang masih traumatis terhadap suasana ramai seperti di pasar dan terminal.
Betul saja, begitu sampai di tempat para penumpang menunggu bus kami langusng diserbu sekawanan calo-calo. Gila! Naluri pemburu mereka begitu tajam! Bagaikan selebritis, kami dikerumuni paparazi yang ingin mengekspose setiap gerak gerik langkah kami. Karna kami masih menunggu satu rombongan lagi, kami tak menggubris setiap tawaran mereka yang menggoda. Bae malah bilang, "ga bang! Lagi nunggu jemputan." Set dah Bae, jemputan apaan, ambulan? *nauzubillah*
Setelah menunggu rombongan Iput yang lamaaa... Iyalah lama banget. Kita isi waktu dari mulai perkenalan Geri ke temen-temen, ke toilet, jajan, ke toilet lagi, jajan lagi, nyari gas buat kemping, sampe udah tawar menawar dulu sama kondektur bus Karunia Bakti. Kemudian akhirnya mereka menampakkan diri.
Setelah secara singkat kami berkenalan, kami langsung naik bus Karunia Bakti jurusan Tasik-Jakarta yang dari tadi dengan setia menunggu. Setelah semua bawaan dimasukin ke bagasi, giliran orangnya yang masuk. Kondisi bus waktu itu lumayan rame, tapi kita masih bisa dapet duduk berpasangan. Kecuali Epul yang terpaksa nyempil sendiri agak belakang. Saya satu baris sama Geri di jok yang bertiga (satu lagi diisi orang). Di samping baris kita ada Iput dan Bimbim. Diana, Anggi, dan Bae duduk bertiga di depan. Sisanya Edadan Ambar duduk berdua.
Layaknya bis ekonomi yang lain, hiburan rakyat pun dimulai saat bis mulai memasuki tol. Dan kami masih menyesuaikan diri, belum bisa macem-macem. Di gerbang tol selanjutnya banyak orang yang turun, sehingga bis udah mulai kosong. Epul gabung dengan Eda dan Ambar, dan orang yang disamping Geri hengkang. Penumpang yang lain juga tampak duduk santai karena ga semua jok terisi. Setelah kondektur menagih ongkos dan keadaan mulai stabil, mulailah kisah penumpang bus umum yang tak tahu diri.
![]() |
Trip Kepulauan Seribu full team |
Cerita horor di Tol Cipularang
Iput, Geri, dan saya memulai pembicaraan dengan topik yang berganti-ganti. Mulai dari kabar keberangkatan temen-temen kaskuser yang lain, pengalaman-pengalaman traveling masing-masing, Geri yang sering autis melakukan perjalanan seorang diri dan Iput anak PA dengan segudang pengalamannya dalam pendakian di beberapa gunung, sampai tibalah cerita-cerita misteri yang mulai menggelitik lidah Iput untuk menceritakannya.
Cerita misteri Iput sebenernya dipicu oleh lokasi bus pada saat itu, yakni di kilometer 68-72 yang konon seringkali terjadi kejadian-kejadian yang ganjil. Tapi setelah kita minta cerita selengkapnya, Iput malah bilang, "tar aja jangan di sini banget ceritanya. Agak kesonon dikit. -_-"
Sambil menunggu kita melewati kilometer itu, bukannya Iput cerita yang lain dulu, Iput malah cerita misteri juga! Gubrak!! Dia cerita tentang pengalamannya mendaki Jaya Giri yang hampir disesatkan oleh makhluk halus sana. Tapi berkat kejantanan si Iput, si makhluk halus itu gagal memperdayanya.
Setelah kilometer 68-72 lewat, barulah Iput berani buka mulut. Ati-ati kalo mau jalan malem di Cipularang, terutama setelah waduk Jatiluhur ke arah Bandung. Pernah ada mobil misterius ngedim-ngedim. Waktu itu yang kejadian mau bailk ke Jakarta lewat Cipularang malem hari. Saat itu mobil di jalur kanan, tiba-tiba dari belakang ada mobil ngedim-ngedim. Abis itu si mobil minggir ke kiri ngasih jalan. Eh, itu mobil yang di belakang ikutan ke kiri juga sambil tetep ngedim-ngedim.
Karena kesel si sopir tancap gas. Eh, dia ikut-ikutan kenceng juga. Tetep dia masih ngedim-ngedim juga. Karena kesel didim mulu, si sopir ngintip dari spion tengah, itu mobil apa sih. Tapi setelah ngintip spion tengah dan sang sopir langsung liat jalan di depan, tiba-tiba udah ada buntut truk tinggal beberapa meter lagi. Si sopir sontak kaget dan langsung injek rem. Untung mobil gak ngguling. Abis ngerem si sopir intip lagi spion tengah, tapi mobil tadi udah nggak ada. Si sopir salip truk ternyata kendaran yang ada cuman mobil dia sama truk tadi aja. Depan gelap nggak ada mobil sama sekali. Serem abis, si sopir langsung merinding disko.
Cerita itu belum terlalu membuat saya dan Geri berkutik. Kemudian dengan wajah penuh misteri , Iput melanjutkan cerita. Masih tentang misteri tol Cipularang kilometer 68-72.
Pada suatu hari ada sekeluarga pergi ke Bandung. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan satu orang anak yg masih berumur 8 tahunan. Mereka berangkat dari Jakarta sekitar jam 9 an, malam Sabtu. Diperjalanan tiba-tiba anaknya kebelet kencing sampe aduh-aduhan.
Bapaknya bilang, "udah nanti aja pas di pintu tol, di sini gelaap!"
Tapi karena anaknya ngga kuat, berhentilah mereka. Lalu turunlah anak itu, sambil ibunya bilang, "jangan jauh-jauh ya nak.." "Iya..," kata si anak.
Tapi kedua orang tuanya merasa kok anak ini semakin jauh dan menjauh jalannya. "Hei.., jangan jauh-jauh.., di depan mobil aja!" kata si ibu. "Iya mah..," anaknya bilang lagi.
Lalu tak lama kemudian anak itu balik ke mobilnya dan duduk d belakang, sambil ayahnya bilang, "kamu nih gimana sih, kencing kok jauh-jauh amat!"
"Malu pah, diliat orang," jawab anaknya.
Setelah mereka sampai di Bandung, orang tuanya melakukan aktifitas biasa selama dua hari hingga hari minggu. Belanja, makan, mandi, tidur, dll. Pokoknya liburan lah. Tapi disela-sela liburan mereka, orangtuanya kayak melihat ada kejanggalan sama anaknya. Yang biasa anaknya ingin berenang di hotel, ini enggak. Dan anaknya terlihat murung, pucat, dan berubah jadi diem, tidak seperti biasanya.
"Kamu sakit..??" tanya si ibu. Tapi, anaknya dieeemm aja...
Akhirnya ayahnya memutuskan untuk pulang ke Jakarta hari Minggu. Rencana sebelumnya hari Senen. Hari Minggu dalam perjalanan pulang sekitar jam 10 an, kembali si anak kebelet kencing sampe aduh-aduhan.
"Aduh pah..kencing..., papah kenciiing..," kata si anak.
Akhirnya mereka berhentilah kembali. Anehnya mereka berhenti di KM yg sama seperti anaknya kencing sebelumnya. Hanya saja di jalur yg berbeda. Tetapi kali ini si anak tak kunjung kembali ke mobil. Bingunglah orang tuanya.
Karena terlalu lama nunggu dan nyari, mereka melapor ke petugas melalui nomer telepon pengaduan tol. Dalam percakapannya di telpon, petugas mengatakan ciri-ciri si anak yang ternyata persis seperti anak yang hilang tersebut. Orangtuanya kaget. Bagaimana bisa petugas tersebut tahu ciri-ciri anaknya. Petugas tersebut meminta kedua orangtua datang ke pos.
Akhirnya kedua orangtua tersebut langsung menuju pos sambil terheran-heran kenapa anaknya bisa ada disana?
Sesampainya di pos, ibunya langsung memeluk erat anaknya, dan memarahinya, "amu kemana sih! kok tiba-tiba disini?" hardik ibunya.
"Loh..! mamah yang kemana aja, aku ditinggalin. Aku teriak-teriak mamah gak denger..!" kata anaknya sambil nangis.
Dan tebak apa yang terjadi? Petugas polisi berkata, "bu jangan dimarahin. Anak ibu sudah di kantor kami selama dua hari sejak hari Jumat malam. Jrengg!!
Seketika ibu dan ayahnya duduk lemas dan saling memandang.
Ternyata pada waktu anaknya kencing dalam perjalanan ke Bandung, dia hanya kencing di samping kiri mobil, di balik pintu belakang. Tetapi ibu dan ayahnya melihat dia berjalan di depan mobil dan menjauh. Setelah sosok yang terlihat seperti anaknya kembali masuk ke dalam mobil, anak yang masih kencing ditinggal begitu saja. Sampai anaknya teriak-teriak, tetep mereka nggga denger.
Pertanyaannya, lalu siapa anak yang ikut ke Bandung dan berlibur bersama???
Setelah Iput selesai cerita, kita masih menahan ketawa karna saya dan geri teriak pas tau ternyata yang ikut ke Bandung bukan si anak tadi. Dan teriakan kita lumayan keras. Padahal kita udah nebak ceritanya bakalan kayak gitu. Tapi tetep aja endingnya bikin merinding-merinding disko!
(Iput dapet cerita ini dari Kaskus. Saya ceritain di sini sambil ngliat versi aslinya di Kaskus. Soalnya lupa-lupa inget :D)
Dan ternyata sepanjang Iput cerita horror tadi, penumpang yang lain juga ikut dengerin, karna suara iput lumayan keras dengan posisi duduk yang ngga lurus ke depan, tapi miring menghadap kita di sampingnya. Ditambah suasana bus yang memang sepi. Dan pas kita berdua teriak, ternyata yang lain pun ikut kaget sampe ada yang loncat dari kursi penumpang.
Ternyata selama itu penumpang yang lain ikut tercekem. Malah mereka lebih parah, tercekam sendirian di tempat duduk masing-masing dalam bus malam yang remang-remang dengan kanan kiri bukit-bukit gelap.
Ngga terasa kita udah nyampe Jakarta. Perjalanan Bandung-Jakarta yang begitu singkat. Setelah sampai di Kp. Rambutan dan semuanya turun, Diana berkomentar, “Dasar, kalian tadi ngobrol keras banget! Teriak-teriak lagi. Kayak mobil bus sendiri aja. Saya sampe bangun tau pas kalian teriak.” Hahaha
Kita baru sadar, ternyata selama di bus kita udah mengganggu kenyamanan para penumpang dengan aksi kita… Hahaha
Drama Perjalanan Ke Pulau Seribu
Menjahit di Tengah Hiruk Pikuk Bandung
Selain drama keberangkatan di Bandung yang sudah saya ceritakan sebelumnya di awal perjalanan Trip Kepulauan Seribu, drama kisah di bawah ini bisa menjadi pelajaran bagi teman-teman ketika bepergian dengan cara backpacker. Terutama bagi teman-teman yang melakukan backpacking pertama kali. Keep simple tapi well prepared! Silahkan disimak. :)
Salah satu rombongan saya, Anggi. Doi ini udah terkenal banget dengan keriweuhannya kalo mau melakukan sesuatu atau mau kemana-mana. Terbukti bawaan dia super duper berat dan besar. Belum ditambah tentengan plastik yang nambah beban hidupnya. Tapi sebenernya itu semua nggga jadi masalah kalo carrier yang dia bawa seokeh punya saya. Hahaha.. Berhubung carrier yang Anggi bawa keadaannya sungguh kritis dan mencemaskan, ditambah adanya sebuah dogma yang mengatakan, "apa yang kamu takutkan, itu biasanya akan terjadi." Serta diperkuat dengan hukum newton II aksi-reaksi. Maka, terjadilah musibah itu. Carrier Anggi ga kuat menahan beban sebesar itu dan sobeklah gendongannya.
Dengan wajah memelasnya Anggi merintih, "Elung, kumaha? Tas Anggi Jebol!" Dan bukannya malah berduka kita bertiga malah tertawa puas menyaksikan penderitaan saudaranya sendiri. Sableng!
Tanpa terpikirkan oleh kita, di dalam angkot perjalanan ke Cileunyi, Anggi menawarkan solusi untuk permasalahannya, "Ada yang jual jarum ga ya di Cileunyi?" Krik.. krik.. krik..
"Yaudah gi, coba aja ntar disana cari"
Satu lagi temen saya, Bae. Temen saya yang satu ini bisa di bilang subur. Dan ngga kalah preparenya sama Anggi untuk perjalanan kali ini. Dia ga mau kebelet pup dalam perjalanan. Jadi, sebelum berangkat dia minum dulu produk pelangsing bermerek Langxing. Berharap setelah dia minum itu langsung terkuras semua isi dalam perutnya dan amanlah dia. Tapi segala sesuatu memang membutuhkan perhitungan yang matang. Setelah minum itu dia langsung menuju toilet. Sampai setengah jam hasilnya nihil. Dengan kecewa dan bersungut-sungut dia keluar.
Setelah di dalam angkot minuman semi pencahar itupun bereaksi dan dia mengeluh, "Lung, aku mules!" -___-"
Setelah sampai di Cileunyi, tanpa menunggu perintah Bae langsung mencari WC umum dan Anggi langsung meluncur dengan sendirinya menelusuri jalanan Cileunyi mencari toko yang mau menjual jarum jahit dan benang di malam hari. Ada sebagian daerah yang mempunyai adat untuk tidak menjual jarum di malam hari. Pamali!
Dalam kebisingan hilr mudik kendaraan terdengar seseorang berteriak "Jang, ongkosnya mana?" Gubrak!! Saya langsung lari ke mamang sopir angkot dan memberikan ongkosnya dengan muka merah berseri dan nyengir-nyengir malu ngga jelas. Untung saja pak sopir dan penumpang udah pada tuwir dan ramah-ramah.
Lamaaa... sekali saya dan Diana menunggu Anggi dan Bae menuntaskan masalahnya. Sambil menunggu mereka kami berdua menghubungi temen lain yang janjian ketemu di Cileunyi.
Bae datang dengan wajahnya yang keliatan lega dengan senyum geli geli puas! Disusul dengan Anggi yang langsung ketawa, "saya udah nyari jarum ga dapet-dapet. Beratus-ratus toko saya tanyain. Eh... malah dapetnya dari tukang jaga WC umum."
Jadi gini ceritanya. Setelah Anggi hampir putus asa nyari jarum ga dapet-dapet, seseorang ngasih petunjuk bahwa di sebelah WC umum ada tukang jahit. Anggi langsung mengecek kebenarannya. Dia bertanya ke penjaga WC umum perihal tukang jahit yang berada di sekitar situ. Tukang WC bilang udah tutup penjahitnya kalo jam segituan. Tapi sang tukang WC nanya, "emang mau apa?" Anggi pun langsung menjelaskan nasib yang menimpanya.
Keberuntungan masih berpihak padanya. Sang penjaga WC dengan tulus hati menawarkan jarum dan benang. Anggi langsung dong menyambar rejeki itu dan menanyakan berapa harga yang harus ia bayar. Tapi, sang penjaga WC memang berhati mulia, dia memberikannya secara cuma-cuma. Hari gini masih banyak juga tenyata orang yang baik hati seperti bapak penjaga WC...
Diantara kita berempat, Dianalah yang jago jahit. Kami serahkan tas Anggi di tangannya. Dengan kelihaiannya Diana menggarap tas Anggi yang sudah sekarat itu...
Ini dia gambarnya: tetep ngeksis lagi jait juga...
Photo by: Elung
Subscribe to:
Posts (Atom)