Perjalanan Pertama dengan Misi Kemanusiaan
Sepertinya, setiap hal yang saya lakukan selalu menjadi hal yang pertama. Seperti halnya trip saya kali ini. Untuk pertama kalinya saya pergi ke suatu tempat karena panggilan hati yang ingin membantu sesama yang sedang dicoba dengan kemalangan. Ini juga perjalanan pertama saya berangkat dari Cirebon, kota kelahiran saya sendiri.
Sejak Jogja dan beberapa kota di Jawa Tengah tertimpa musibah karena gunung Merapi meletus, hati saya sudah tergerak ingin sekali bisa berpartisipasi dalam meringankan duka mereka. Hal yang saya pikirkan bisa membantu adalah menghibur anak-anak korban bencana dari traumatis pasca bencana yang mereka alami. Mereka kehilangan rumah, mungkin juga kehilangan orang tua dan saudara. Anak-anak juga tidak bisa bersekolah dan bermain layaknya yang semestinya terjadi dalam dunia anak.
Dan akhirnya kesempatan itupun datang. Ternyata Dia menjawab bisikan hati saya. Pucuk dicinta KIT pun tiba. Kaskus Indonesian Traveler (KIT) ingin mengadakan baksos untuk korban bencana gunung Merapi. Tanpa berpikir panjaaaaang dan lamaaaaaaaaa saya langsung menghubungi Shanti salah satu dedengkot KIT untuk menanyakan apakah saya bisa ikut berpartisipasi. Ternyata bisa! Hati saya bergemuruh layaknya gemuruh Merapi yang meresahkan para pengungsi. :D
Tapi ternyata niat baik memang selalu harus menghadapi ujian. Hati saya bergejolak layaknya lava panas yang disemburkan merapi. Haha… bahasanya biar nyambung sama merapi. Hati saya bimbang dan ragu walau tak pilu. Masalahnya saya sekarang sudah berada di rumah. Segala aktifitas saya terpantau sama mamah sama papah. Hahaha... gaya. Biasayanya juga manggilnya mimi sama bapak :
Iya, ini bulan-bulan pertama saya kembali menetap di rumah setelah 10 tahun diasingkan dari rumah Sejak lulus SD emang udah merantau jauh dari ortu. Dulu, kalo mau ke mana-mana tinggal berangkat aja. Orang tua tau setelah berbulan-bulan. Tapi sekarang...
“Udah, bohong aja sama ortu. Bilang aja mau legalisir ke Bandung buat nglamar kerja,” kata iblis merah sebelah kiri saya.
“Ingat, kamu ke sana mau ketemu sama Merapi yang lagi ganas-ganasnya. Gimana pas lagi di pengungsian trus kamu dihajar wedhus gembel? Ato lu penyakitan kebanyakan ngehirup abu vulkanik yang bisa mengoyak jaringan di paru-paru kamu, merusak mata kamu, trus kamu mati. Kamu mau mati sebagai anak durhaka yang bohongin ortu?” Itu kata malaikat putih sebelah kiri saya.
DIAM SEMUAAAAAA… Setelah ngliat kanan, ke white angel dan ke kiri, ke red devil, akhirnya saya ambil jalan tengah aja. Saya tetep akan menjalankan misi ini dengan alasan yang diusulin red devil. Tapi saya juga gak akan bohong, setelah dari Jogja, baru saya ke Bandung untuk legalisir ijazah. Hehe... Nanti setelah balik lagi ke rumah saya baru jujur habis maen sama WEDHUS GEMBEL. “Kalo ga balik gimna?” Buset! Siapa tu yang bicara sembarangan? Insa aloh saya balik dengan selamat!!!
Akhirnya dengan alasan itu, bulatlah tekad saya untuk berancuuut, setelah sebelumnya saya harus cencelin jadwal ngajar hari Sabtu. Hari Jumat balik ngajar jam 17.30 saya ngga pulang ke rumah. Langsung cari perlengkapan buat ke Jogja. Di rumah temen, saya nunggu malem. Soalnya kereta datang jam 00.30 di Stasium Kejaksan Cirebon. Kebetulan temen saya kalo malem mamahnya bangun buat bikin sate kentang. Jadi sekalian nemenin mamahnya temen bikin sate kentang.
Jam 22.00 saya pamit sama temen saya dan mamahnya. Mereka melepas kepergian saya udah kaya mau melepas ke medan pertempuran aja. Air mata darah keluar dari mata mereka sembari meraung-raung menangisi kepergian saya. Sory itu lebay dibikin-bikin. Hahaha.. Dari rumah temen ke jalan raya harus jalan kaki 10 menitan. Di malam yang sunyi sepi dan gelap saya harus melewati kuburan pulak! Tak apalah demi misi kemanusiaan, hatiku menegarkan. Sesampainya di jalan raya, ternyata jalanan begitu lengang. Hanya sedikit kendaraan yang melintas. Tapi saya yakin pasti ada angkot yang akan membawa saya ke stasiun. Ternyata setelah beberapa lama datanglah angkot. Thanks god, dalam hatiku. Tapi ternyata setelah saya masuk angkot, ALAMAAAAAK… BENCOOOONG. Di angkot itu gada siapa-siapa selain saya dan banci malam itu. Tuhaaaan cobaan apa lagi yang harus saya terima. TOLONGIN AIM YA OLOOOH… Dan ternyata banci itu ngga nakal, dia diem aja. Mungkin dikira temannya juga. THANKS, GOD!
Nyampe stasiun jam 11an malem. Tapi sebelum masuk stasiun saya harus beli pesenan Nasi Jamblang temen-temen dari Jakarta yang pada kelaperan di kereta. Mereka naik KA Progo dari St. Pasar Senen lewat jalur utara. Jadi, nanti mereka lewat St. Kejaksan Cirebon. Di sanalah kelak saya akan bertemu dengan mereka untuk pertama kali di dunia nyata. Karena selama ini saya hanya berkomunikasi dengan mereka melalui dunia halus. Maksudnya di dunia maya.
Sebut saja Om Harry Porter, namanya selalu muncul di grup Kaskus Indonesian Traveller. Atau dikenal juga dengan sebutan Suhu. Karena menjadi salah satu sesepuh forum traveler di kaskus (yang saya tahu). Dari seberang sana terdengar di henpon suara riuh temen-temen yang lain di kereta saat Shanti nelpon saya untuk memsan Nasi Jamblang.
Okay, sekarang saya udah di dalam stasiun. Kurang lebih 15 menit lagi seharusnya kereta dateng. Walaupun saya tahu dia tak akan datang tepat waktu. Pasti dia akan ingkar janji. Aku benci… benci… *sambil pukul-pukul manja bahu orang lewat* Bener dugaan saya, kereta tak datang tepat waktu. Tapi tetep aja saya dibuat jengkel olehnya. Abis telatnya tak main-main sampai satu jam lebih. Setelah saya hampir menyerah untuk hidup, barulah dia datang TEPAT jam 02.30an. Huff… inilah kenapa saya cinta hidup di negeri ini. Slooow but unsuuure…
Seperti yang sudah dibilang Shanti sebelumnya, mereka dapet duduk di gerbong paaaling belakang. Jadi tanpa aba-aba, saya langsung menuju ke sana. Sambil jalan ke pintu saya liat orang-orang di jendela, mana kira-kira makhluk-makhluk itu? Dan tiba-tiba dari jendela kereta muncul sosok yang belum pernah saya jumpai sebelumnya namun nampak tak asing bagi saya. Harry…. Harry Potter…. Iya, itu pasti dia. Liat kaca mata bulat itu. Kemudian sosok itu pun melihat ke arah saya, tak henti-hentinya mata itu memandang? Saya jadi curiga… jangan… jangan… dia adalaaah…
“Jamblang ya?” tiba-tiba dia berkata. Ooooooooh.. ternyata dari tadi dia ngga liat ke arah saya. Dia liat nasi jamblangnya. Hahaha…
Sampai di pintu saya belum bisa naik, kereta ternyata saaangat penuh. Para penumpang berhamburan keluar kereta seperti semut yang terusik. Mereka mengambil kesempatan untuk menghirup udara di luar setelah berlama-lama berada di dalam kereta yang panas dan pengap terisi oleh jumlah penumpang yang tak sesuai kapasitasnya. Akhirnya dengan susah payah saya bisa masuk ke dalam kereta. Bau manusia langsung tercium. Dahsyat sekali, manusia berada di mana-mana. Tak ada sejengkalpun yang kosong. Bahkan ada orang yang tidur di bawah kolong kursi. Hmm… Inilah kereta eksekutif Progo. Sampai di dalam saya langsung menawarkan dagangan, “sheee nasheeee jamblaaaang… yang makaaaan…. Jamblaaang kenyaaaang…!!!"
Setelah beberapa lama, kereta sedikit demi sedikit mulai meninggalkan Cirebon. Rasa haru menerpa saya. Tanpa terasa ada air yang mulai menetes tes.. tes… dari telinga. Wakakaka congeeeek!!!
Saya mulai berkenalan dengan beberapa rombongan dari Jakarta. Terasa canggung. Karena memang first meet dan jarang chit chat di dunia maya juga. Tapi tingkah laku mereka yang kocak, gokil, dan lucu nggak jelas membuat saya mulai membaur nice and slow. Sepaanjang perjalanan para relawan ini selalu becanda, bercengkrama, dan bersenda gurau. Semoga saja penumpang lain tak terusik dibuatnya. Huff, RELAWAN STRESS!!!
Stasiun demi stasiun mulai terlewati. Detik berganti menit dan menitpun berganti jam. Habis gelap terbitlah telang. Rajin pangkal pandai dan malas pangkal bodoh. Loh? Pribahasa yang terakhir nggak nyambung.
Setelah langit mulai cerah, nampak daun pepohonan berwarna putih tertutup abu vulkanik. Itu berarti Jogja semakin dekat. Kami langsung mengenakan masker untuk melindungi pernapasan. Sewaktu menunggu kereta, temen saya mengingatkan lewat sms, “sekilas info. Abu vulkanik komposisinya 20% silica, mirip bahan industry kaca dan merupakan glass hard yang sangat halus. Tetapi jika dilihat dengan microscope, ujungnya runcing. Jika terhirup akan merobek jaringan paru-paru. Jika terkena mata bisa merusak mata dan hidung kita. Sebarkan jika peduli”
Jam 08.00 pagi akhirnya sampai Jogja juga. Setelah seluruh penumpang lain turun, kami menurunkan barang bawaan untuk para pengungsi. Ada obat-obatan, pakaian dalam pria dan wanita, kebutuhan bulanan wanita, dll. Setelah keluar kereta, saya melihat sekitar. Ini beneran Jogja? Kok aman-aman aja? Gak seperti yang diberitakan media. Beneran ada bencana ga ni? Memang sebagian dari mereka juga menggunakan masker, yang nampaknya pengunjung seperti kita. Tapi sebagian yang lain nyantai-nyantai aja kayak gada apa-apa. Semua aktifitas berjalan normal.
Setelah semua relawan dan barang-barang kumpul, kita langsung menuju mobil yang kita sewa untuk aktifitas selama di Jogja. Karena jumlah relawan yang banyak, kita sewa dua mobil yang di supiri oleh Arif dan Tio yang selalu didampingi oleh Om Harry. Sepaaaanjang perjalanan mereka selalu mengumbar kemesraan. Rayuan Om Harry yang mesrah kepada Tio membuat Rama yang duduk di belakangnya uring-uringan.
Tujuan pertama kita di rumah salah satu temen, entah siapa saya tak kenal, untuk bersih-bersih dan istirahat sejenak. Tapi ternyata air di kosan temen ndak memadai untuk kita semua mandi. Akhirnya kita pindah lokasi ke temen yang lain, yang juga saya ndak kenal. Lokasinya di Jl. Sosrowijayan, deket dengan Malioboro. Sesampainya di sana kita langsung bergantian mandi karena kamar mandi cuma ada dua untuk 16 orang. Sebagian ada yang cari makan dulu karena tak bisa menahan rasa lapar yang melilit. Ada juga yang tak bisa menahan diri untuk berbelanja. Haha.. Relawan atau Wisatawan?
Setelah itu beberapa orang harus pergi belanja untuk membeli kebutuhan para pengungsi seperti makanan bayi, minyak, bawang, telor, dan lain-lain. Sementara sebagian yang lain ada yang kembali ke Stasiun untuk mengambil barang-barang yang dibawa oleh kereta kargo seperti baju-baju layak pakai, kasur, dll. Dan sisanya istirahat mengumpulkan tenaga untuk menuju ke tempat pengungsian.
Tujuan pertama kami untuk belanja adalah Pasar Bringharjo. Bisa ditempuh dengan bejalan kaki dari tempat kami menginap. Selain kita, di sana juga banyak relawan lain yang sedang belanja kebutuhan pengungsi. Sehingga barang-barang seperti selimut (yang murah), baju anak (yang murah) sudah habis terjual. Barang yang ingin kami beli tidak ditemukan di sana. Shinta dan Ami memutuskan untuk ke Carefour. Mereka hanya berdua saja dengan menaiki Trans Jogja. Selanjutnya barang-barang belanjaan mereka akan dijemput oleh mobil setelah dari stasiun. Untuk beras, kita dibantu oleh pemilik tempat kita nginep. Beras langsung dianter ke tempat kita. Oya, ada juga dua personel yang baru dateng. Tante Getha dan temannya. Mereka ke jogja pake trevel.
Setelah semua barang kebutuhan pengungsi terbeli, kita langsung berkemas untuk berangkat ke tempat pengungsian dengan terlebih dahulu ke tempat salah seorang rekan yang menjadi base camp relawan untuk para korban Merapi juga. Di sana kita bergabung, breafing, dan langsung berangkat ke lokasi sekitar pukul 16.00. Tujuan kita adalah Kabupaten Boyolali. Konon pengungsi di sana masih kurang tersentuh bantuan. Makannya kita pilih untuk mengirim bantuan kesana. Perjalan kami tempuh kurang lebih 4 jam.
No comments:
Post a Comment