Friday, 31 December 2010

Pengemis Kecil di Coyo

Begitu memasuki terminal, benar saja dugaanku. Para calo langsung mengerubutiku seperti laron yang tak kuasa melihat cahaya. Dengan senyuman maut dan lambaian tanganku, ku katakan "tidak" untuk pertanyaan mereka. Hal itu akua lakukan karena beberapa orang mengatakan terminal Cirebon punya "calo maut". Tapi kalo aku lihat, sepertinya biasa saja. Layaknya para calo di manapun mereka berada. Namanya juga calo... -__-

Setelah mendapat tiket, aku langsung menaiki Coyo. Armada bus yang baru aku tahu belakangan ini. Di dalam tampak sudah ada seorang ibu berkerudung dengan anak laki-laki di sampingnya duduk di bangku paling depan sebelah pintu masuk. Seorang bapak juga sedang mengatur barang bawaannya dan bersiap duduk dengan putra kecilnya di bangku belakang. Sementara bangku lain nampak kosong.

Seorang pedagang asongan senyum manis di tengah bus siap menjajakan dagangannya. Setelah ku putar pandangan ke semua penjuru bus, aku pilih bangku kedua dibelakang pasangan ibu dan anak tadi.

Tak lama setelah aku membiasakan diri dengan keadaan bus, satu persatu para penumpang menaiki bus. Tentu saja pengasong lain tak mau ketinggalan, mereka tak mau kalah menaiki Coyo yang masih bersiap-siap untuk berangkat. Dan dengan penuh kasih sayang ku tolak tawaran-tawaran pengasong. Namun tampaknya tak hanya pengasong yang mencari penghidupan di dalam Coyo. Para pengemis terminal juga menjalankan aksinya. Tapi tetap saja ku tersenyum dan melambaikan tangan. *Pelit!*

Negara ini memang penuh dengan orang-orang yang berusaha keras. Datang padaku seorang anak laki-laki, juga langsung menengadahkan tangannya. Tentu saja sikapku seperti di atas. Tapi ternyata anak ini gigih, dia bilang, "seikhlasnya... untuk makan."

Oke, akhirnya terjadilah percakapan dibawah;

SY: "sekolah, nggak?"

PK: "sekolah..."

SY: "kelas berapa?"

PK: "empat..."

Oke, aku memikirkan sesuatu untuk dia jawab.

SY: "empat kali empat berapa? Kalo bisa jawab, aku kasih duit."

PK: "empat!" dia menjawab tanpa berfikir -__-

SY: "empat kali empat. Empatnya ada empat. Berapa?" Ku pertegas

PK: "delapan..." Kali ini dia berfikir tiga detik

SY: "belum benar. Coba itung lagi. Empatnya ada empat."

Ku lihat sekarang dia merapal suatu mantra. Tapi samar-samar ku dengar dia mengucapkan beberapa angka. Ooh.. dia sedang menghitung. Ku tunggu saja.

PK: "enam belas..."

SY: "ya, benar.." Aku merogoh kantong celana dan memberinya gope *pelit* "Mau uang lagi? Enam belas dibagi empat berapa? Kamu punya permen 16, dibagi untuk 4 orang. Satu orangnya dapet berapa permen?"

PK: "permennya berapa?" Dia meminta mengulang pertanyaan.

-__-"

SY: "Kamu punya permen 16, dibagi untuk 4 orang. Satu orangnya dapet berapa permen?"

Ku lihat dia tersenyum sebentar dan kembali merapal angka-angka. Di belakang si pengemis kecil, masih ada pengasong yang dari awal aku masuk dia duduk disana. Nampaknya dia tertarik dengan apa yang sedang aku lakukan dengan si anak ini. (AS=asongan)

AS: "jawab, tuh! Ntar dapet duit"

SY: "enggak, cuma nanya doang.."

Aku ngomong gitu, si anak tadi malah pergi. Jyaaah... kecil-kecil mata duitan ni anak. Dia kira kali ini saya nggak akan ngasih duit. Padahal saya tadi becanda sama si pengasong. Setelah ku lihat si pengemis kecil jalan ke belakang bus, ternyata dia balik lagi. -__- hmm... Mau duit juga kan lo?

PK: "permennya empat..." dia bilang tiba-tiba begitu nyamperin saya lagi.

Tapi karena saya kira dia tidak akan menjawab. Saya malah kurang merhatiin apa yang si PK tadi bilang. Dalam sekian detik saya langsung tersadar. Ooh, dia bilang tadi permennya 4 untuk setiap anak.

SY: "Oke, jawaban kamu benar..."

Saya kembali merogoh saku celana. Langsung kasih gope lagi buat si pengemis kecil.
*pelit amat ngasih gope mulu :p* :D

2 comments: