Alam punya banyak cerita. Indonesia punya banyak cerita di setiap jengkalnya. Jangan sampai dibilang 'kurang piknik'. Buat ceritamu!
Saturday, 5 March 2011
Bule di Karimunjawa
Salah satu teman seperjalanan saya ke Karimunjawa adalah dua warga asing asal Jerman. Pertama kali saya lihat, seorang pria datang ke pelabuhan menggunakan becak. Dia terlihat repot dan terburu-buru dengan barang bawaan yang begitu banyak, karena kapal Muria sebentar lagi berangkat. Saat itu saya pun sudah mau boarding ke Kapal.
Saya baru tau laki-laki bule itu bersama temannya setelah saya dengar samar-samar dia bilang ke ticketing bahwa dia mau beli tiket untuk dua orang. Dia bilang satu lagi temannya belum datang. Sambil berlalu saya tidak terlalu perduli. Setelah saya dan teman-teman memasuki dek penumpang kelas ekonomi, saya kembali melihat bule itu lagi yang ternyata memang satu pasang.
Saya kembali bertemu dengan mereka di dek atas kapal. Dan adegan pertama yang mereka lakukan adalah berciuman ala Cinta dan Rangga.
Disitulah awal perkenalan kami. Ternyata mereka dari Berlin, Jerman. Mereka sudah mengnjungi beberapa tempat di Indonesia. Seperti Jakarta, Bandung, Jogja, dan Bali. Ketika saya tanya mau berapa lama di Karimunjawa, mereka masih belum tau. Dan saya tanya sudah punya plan mau apa aja di Karjaw, mereka juga belum tau.
Well, karena saya orang yang cukup baik, saya tawarkan mereka untuk gabung dengan acara yang kami buat, full two day snorkeling. Biar bisa share cost kapal buat snorkeling. Yang bule cowok minta penjelasan dari cewek, sepertinya dia agak kurang ngerti bahasa Inggris. Atau bahasa inggris saya yang ndak bisa dimengerti? Hahaha
"Seems interesting... We'll join with you!" kata yang cewek. Oke, saya bilang kalo mereka ikut, kita ketemuan di pelabuhan nelayan jam 08.00.
Keesokan harinya, jam 08.00 pasangan bule nggak datang. Oke, berarti mereka nggak ikut. Tapi tunggu dulu, ternyata pas kita udah siap di dalam kapal mau berangkat snorkeling, saya liat pasangan bule itu datang. Saya langsung nyamperin dia. Trus yang cowoknya bilang, "are you the guy from yesterday in the ship?" YES, BOSSS!!!
Setelah ngobrol bentar, ternyata mereka nggak jadi ikut. Pagi itu memang angin sangat kencang disertai hujan. Mereka kira kita nggak jadi snorkeling karena cuaca gini. Tapi mereka bilang besok mereka mau ikut snorkeling. Okelah kalo begitu. Saya kembali ke kapal.
Malemnya, kita ketemu lagi pas makan di satu-satunya warung makan yang ada di Karimunjawa yang agak mending. Trus kita ngobrol-ngobrol, ternyata mereka ditawarin sebuah resort dengan harga 5jt/ night!!! Dan yang membuat mereka aneh, yang nawarin ke mereka itu dua orang laki pake motor. Yang satu tua, satu lagi lebih muda yang translate ke inggris. Mereka nggak terlihat seperti orang resortnya. Trus si bule bilang resortnya aneh, gelap, nggak ada orang, dan keliatannya kayak udah tutup. Akhirnya si bule nggak ngambil lah. Duit yang mereka bawa juga gak cukup. Katanya mereka cuma ngambil duit di ATM beberapa sebelum nyebrang. Karena yang cowok pikir di Karjaw dia bisa ngambil lagi di ATM atau bayar pake kartu kredit. Boom! Di Karjaw belum ada.
Trus, yang cewek ngeluhin sarapan yang dia dapet di hotel. Katanya mereka cuma dikasih nasi putih sama telor ceplok doang. Saya langsung ketawa dengernya hahaha... Kadang kesel sama mereka kalo inget pernah punya pengalaman nggak enak diperlakukan di negeri dia... Tapi ketika pikiran itu datang, langsung saya tepis. Saya ingin menjadi Orang Indonesia yang sopan dan ramah. Mwehehe
Bukan hanya itu pengalaman nggak enak yang mereka alami di Karjaw. Besoknya pas mau snorkeling bareng, pagi-pagi si bule langsung laporan ke saya. Yang cewek bilang dia takut, karena dua orang lelaki yang nawarin mereka resort 5jt selalu membayang-bayangi. Dua orang lelaki itu selalu ada di pantai depan hotel mereka. Terus pagi-pagi mereka bangun juga, 2 lelaki itu udah ada di depan hotel. Pas mereka ke pelabuhan mau ikut snorkeling, dia juga udah nungguin.
Satu hal di mana mereka nggak ngalamin kebuntungan di Karjaw adalah di hari pertama. Mereka nggak jadi ikut snorkeling, tapi mereka akhirnya motocycling keliling daratan Karjaw. Mereka dapet sewa motor lebih murah dari yang kita dapet. Si bule dapet 60 seharian. Tapi pas hari ketiga kita nyari, kita malah dapet harga 70-75 seharian. Kok bisa ya? Hahaha... biarin lah ya.. biar ada yang bisa dibanggain dari mereka di Karjaw. Masa sial mulu ahahahaha.... #sirik
Hari ketiga, si Bule nggak ada nongolnya. Sebenernya bukan nggak nongol juga, tapi nggak sempet ketemu saya. Jadi sebenernya pagi-pagi mereka datang ke Wisma nyari saya, tapi saya nggak ada di tempat, lagi mengalihkan kekecewaan karena kapal Muria nggak berangkat lagi dari Jepara. Tapi sore mereka bales sms saya, katanya hari itu mereka ke warnet terus motorcycling lagi.
Hari keempat, agenda kita para turis terdampar mau mancing di dermaga kapal fery. Dengan bekal kenur, mata pancing, dan dua potong daging tongkol yang semuanya itu hasil minta-minta, kita berangkat ke dermaga dengan menghampiri Mas Alex sang guide kita. Kita pilih mancing karena itu salah satu hiburan yang nggak butuh banyak dana. Malah gratis tis tis... hahaha. Iya lah, kita nggak tau sampe kapan akan terdampar di pulau Karimunjawa. Kita juga nggak tau apakah uang cash yang kita bawa akan mencukupi, even for our basic needs? Makannya nyari yang gratis gratis aja. Tapi tetep bisa have fun! haha... Lumayan, mancing di dermaga juga kita dapet ikan kerapu (kecil), ikan betek si pemakan karang yang giginya mirip piranha.
Naluri orang Indonesia yang baik hati saya muncul. Jadi saya mesej mereka buat diajak gabung. Ternyata mereka balesnya, "...we are getting crazy because of the ship. Our money is going off, too. And we don't know anymore what to do with all the time (sigh)" Omegosh...!!! Hati saya terenyuh, kenapa mereka begitu memelas. Akhirnya karena nggak tega saya kol dia. Dan ternyata pas saya tanya lagi pada ngapain, si ceweknya bilang dia seharian di hotel duduk di depan jendela memandang ke arah pantai dan pelabuhan menunggu kapal ferry datang. Oowh... Yaudah saya bilang, mereka ke sini aja dulu ke pelabuhan. Nanti kita cari solusinya bersama.
Setelah saya tunggu beberapa lama, datanglah pasangan bule. Yang cowok tetep senyum dengan wajah merah terbakarnya. Tapi yang cewek udah ditekuk-tekuk mukanya. Kusut banget pokoknya. Udah hopeless banget. Dia beberapa kali mendesah/ merengek sambil nanar menatap lautan. "I'm homesick now...," dia bilang.
"So, we are going to sail now? Who will be the captain?" bule cowok bilang. DEG..!!! Perasaan saya mulai nggak enak, nih. Kapten? Jangan.. jangan... saya salah ngomong sama mereka. Ternyata bener. Waktu saya mesej mereka buat gabung, saya ketik "sailing" hahaha... Maksud saya tu "fishing...." Pantesan si bule pas bales mesej pertama mereka bilang mau di hotel aja karena udah nggak ada duit lagi. Karena mereka pikir kita akan berlayar terus nyewa kapal lagi. Ngerasa ketipu sama ajakan saya si bule cewek tambah bete aja. Yahh, sorry deh bul!
Di sini, saya juga nawarin mereka buat gabung pulang bareng pake kapal nelayan besok petang. Di sini juga pertemuan terakhir saya dengan bule-bule teman seperjalanan saya kali ini. Kita bertemu di atas kapal di tengah laut Jawa, dan berpisah di pelabuhan fery Karimunjawa. Pesan terakhir yang mereka bilang adalah, "Umur, send me text if you are landed safely. If we don't accept your sms till evening, I'll call police. Okay?" Haha... Kemudian mereka berlalu..
Dan ketika saya sudah berada di Cirebon, tidak ada perasaan khawatir menunggu kapan kapal muria datang, tidak ada kekhawatiran akan terdampar berhari-hari. Tiba-tiba ada sms masuk, setelah saya lihat inbox ternyata dari nomer dengan kode +49. Saya langsung teringat kedua bule itu. Mereka bilang, "..now we are in Semarang and will go to jakarta soon to fly back to Germany. You remember the two guys? they were expecting 80k. They say 300k/ night, but the hotel said 220 :)
Saya hanya senyum, dan kembali menarik selimutku....
Saturday, 12 February 2011
Kemalangan di Karimunjawa
Walaupun tidak di lubang yang sama, seharusnya saya tidak jatuh empat kali di hari yang sama. Karena saya bukan Keledai. Kok bisa? Simak saja ceritanya kalo ada waktu. :D
Tiap hari saya tidur di kursi panjang yang terbuat dari kayu di lobi wisma, kecuali beberapa hari. Alasannya kenapa? nanti saya ceritakan. Wisma Wisata Karimunjawa adalah bangunan tua. Ketika kita baru check-in pun aroma yang semerbak tercium mirip sekali dengan aroma-aroma mistis di keraton-keraton kerajaan jaman dahulu. Kemudian sejajar dengan pintu masuk, terdapat gebyog ukiran Jepara lengkap dengan kursi pengantinnya. Tapi entah mengapa kursi pengantin diposisikan terbalik (menghadap ke tembok). Nah, ditengah-tengah gebyog terdapat juga cermin tua yg dibingkai ukiran kayu khas Jepara.
Seperti hari-hari sebelumnya saya tidur di sebuah kursi. Sering saya terbangun di tengah malam, mungkin karena memang kurang nyaman atau karena hawa dingin dari angin laut yang masuk dari luar. Tapi biasanya, menjelang fajar, saya mulai tertidur pulas. Pada hari itu entah saya mimpi apa, saya terbangun dari tidur karena terjatuh dari kursi. Setelah meyakinkan diri saya benar-benar jatuh, segera saya bangkit dari lantai. Melihat ke sekeliling ternyata yang lain masih belum pada bangun. Syukurlah, tidak ada yang menertawakan kekonyolanku.
Kejadian itu tak begitu ku anggap. Pagi itu Karimunjawa diguyur hujan kecil. Saya mengajak Michael yang sudah bangun untuk jalan-jalan ke pasar traditional. Terlebih dahulu kami mencari motor sewaan dengan minta bantuan ke Mas Amin sang resepsionis. Sekalian juga motor ini yang akan kami gunakan untuk keliling pulau. Akhirnya kami dapat dua motor dan mengajak dua orang lagi, Gunawan dan Imam.
Ternyata pasar traditional tak seperti yang ku lihat di buku Indonesia in Frame terbitan Departemen Pariwisata. Sekarang pasarnya sudah berada di bangunan layaknya kebanyakan pasar di kota-kota lain. Di sana kami hanya melihat-lihat, membeli kue-kue traditional untuk sarapan, dan si apa Michael membeli banyak ikan asin, oleh-oleh untuk mama Michael, katanya. Kemudian kami mampir di warung bubur ketan hitam untuk sarapan.
Sambil santai-santai di depan wisma, menunggu semua teman bangun, kami mendapat kabar bahwa kapal Muria tidak berangkat lagi hari itu. Sontak saja membuat kecewa teman-teman. Mereka kembali tidur untuk mengalihkan kekecewaan. Karena kepulangan yang tertunda lagi. Sedangkan saya, mengalihkan kekecewaan dengan mengendari motor seorang diri diguyur hujan rintik. Awalnya saya tidak berniat jalan begitu jauh, tetapi rasa penasaran saya kian membuncah. Akhirnya saya meneruskan perjalanan sampai ke Pulau Kemojan dan ke Desa Kemloko. Setelah dirasa sudah terlalu jauh, saya kembali karena pasti yang lain sudah siap untuk berpetualang lagi.
Medan yang dilalui bagi saya cukup menantang. Tanjakan dan turunan serta belokan yang dibumbui aspal licin akibat diguyur hujan menambah kesulitan bagi saya. Akhirnya tanpa terelakkan, saya terjatuh dari motor, dan sempat membuat panik empat orang warga sekitar. Mereka memberi saya kapas dan betadine. Malah seoarang ibu yang baik hari menyuguhi saya air gula. Sambil menahan rasa nyeri karena goresan aspal dan kedua tangan yang terkilir, saya melanjutkan perjalanan pulang ke Wisma.
Sampai di wisama, benar saja ternyata teman-teman yang lain sudah menunggu. Setelah membersihkan luka dan mencari sisa motor untuk teman-teman yang lain, saya kembali touring. Kali ini bersama teman-teman dan seorang guide, Mas Alex. Dengan melewati jalan yang persis sama seperti yang saya lalui sebelumnya, kami menemukan satu demi satu 'a hidden paradise'. Kami mengunjungi rumah adat Jawa dan Bugis, pantai baracuda, pantai batu putih, bandara Dewadaru, pelabuhan Legon Bajak, hutan mangrove, serta dua pantai lain yang tak kalah indahnya.
Kalau saja tidak ada guide, mungkin akan sulit bagi kami untuk menemukan pantai-pantai tersebut. Karena untuk mencapainya, jalan bukan aspal lagi, tetapi lumpur-lumpur becek, bahkan turunan jalan yang tidak bisa dilalui oleh motor lagi hingga kami harus jalan melewati semak belantara. Saat menuruni tebing menuju pantai batu putih, lagi-lagi saya terjatuh. Dan sekali lagi saya terjatuh, saat saya melewati akar pohon yang terlihat tertuitup oleh pasir. Gusti... Temen saya malah bilang, "wah jangan-jangan mau punya adik lagi..." :p
Tapi semua yang saya alami sungguh terbayar dengan semua yang saya lihat dan nikmati bersama teman-teman. Di bandara ada dua pasang keluarga yang berbaik hati menghibur kami yang tidak bisa pulang. Mereka menyuguhi singkong rebus. Memang itu tidak seberapa. Tapi keramahan dan kehangatan yang mereka berikan disaat kita kecewa karena terdampar. Dan suguhan singkong rebus hangat pun menjadi sangat bernilai saat itu.
Terimakasih, singkong rebus! :p
Terdampar di Karimunjawa
Perjalanan ke-dua ke Karimunjawa penuh halangan, walau semuanya terbayar. Mengunjungi kepulauan kecil di Indonesia memang harus pintar dalam memperhitungkan waktu keberangkatan. Jika tida, siap-siap saja terdampar di pulau. Seperti kisah saya dan teman-teman di bawah ini. Kita sedikit memaksakan pergi di saat ombak dan angin di laut Jawa kurang bersahabat. Alhasil kita terdampar beberapa hari di sana.
Dari awal ibu sudah wanti-wanti, "apa ndak nanti saja ke Karimunjawanya? Sekarang masih musim barat..." Dan nasihat-nasihat lain yang intinya, jangan berangkat sekarang. Tapi bodohnya anak ibu, tetep saja memaksakan diri karena percaya pada info yang diberikan orang Karimunjawa. Jelas saja mereka bilang, "tanggal segitu cuaca bagus!" Kalo mereka bilang jelek, berarti kurang cerdik. Karena sama saja menolak rejeki.
Bak ucapan mamak Malin, ucapan ibuku menjadi nyata. Saya dan temen-teman terdampar di Karimunjawa sampa dua hari. Dari awal kedatangan kami di sana, cuaca memang sering uring-uringan, kadang cerah, tapi seketika mendung gelap mencekam. Kami khawatir nasib kami akan seperti para wisatawan yang terdampar behari-hari, kehabisan bekal, dan tidak bisa kerja atau kuliah. Hingga masuk media cetak dan elektronik.
Akhirnya dengan penuh perasaan cemas akan keputusan yang diambil, kami membulatkan diri untuk menggunakan kapal nelayan yang menurut saya sangat riskan untuk nyebrang ke Jepara. Berkali-kali saya menanyakan ke teman-teman yang lain, "apakah kalian yakin menggunakan kapal nelayan dengan resiko yang sangat tinggi? Kapal akan mudah oleng karena gelombang tinggi laut Jawa..." Ternyata semuanya menjawab, "iya." walaupun wajah mereka berkata tidak. GOD!!! padahal jawaban yang saya inginkan adalah, "yaudahlah... nanti aja nunggu kapal Muria..." Huffh... Mau ngga mau saya harus bertanggung jawab atas keselamatan mereka, dan ikut dengan "kapal bajak laut".
Hari sebelumnya, saya bertemu dengan dua teman perjalanan kami asal Jerman, Kristin dan Alex di pelabuhan fery saat memancing, dan bercerita tentang rencana kami untuk menyeberang menggunakan kapal nelayan. "Umur... Please don't do that. How if the ship broken? There's no chance for you..." Kristin berkata sambil memelas. Tapi karena tekad sudah bulat, ya mau ada kesempatan ato enggak, hajarrrrrr!!!
Akhirnya malam yang menegangkan tiba. Sejak maghrib kita sudah menyusun rencana. Nahkoda kapal menarik saya ke samping warung alun-alun yang gelap. Sambil berbisik, dia memberitahu rencana keberangkatan kita di waktu fajar nanti. Kita berencana berangkat jam 04.00 untuk kucing-kucingan dengan Syahbandar. Si Bapak dan Ibu warung tak mau ketinggalan, di tengah keremangan wajah misterius mereka berbisik, "awas... jangan sampai ada yang tahu dengan rencana kita. orang syahbandar punya banyak mata-mata.."
Rencana tersusun dengan rapih, dengan mengendap-endap di kegelapan malam kita akan keluar dari wisma menuju prahu nelayan. Jam 22.30 teman-teman sudah masuk ke kamar masing-masing. Entah mereka bisa tidur atau tidak, tapi saya masih diliputi kegelisahan. Ternyata teman saya, Gunawan, juga demikian. Sejak sore saya lihat air wajahnya sangat tegang. Ketika kita ngobrol di teras wisma malam itu, dia mengungkapkan ketidakyakinannya. Dengan jawaban seadanya saya bilang, "kalau nggak yakin ya jangan dipaksa, ntar aja nunggu Muria."
Untuk mengalihkan kegelisahan, di tengah malam itu saya ke warung untuk makan. Saya pesen mie plus nasi. Tak berapa lama, Gunawan menyusul masih dengan wajahnya yang terlihat tegang. "Kopi bu..." dia bilang. Dan di sinilah terjadi peristiwa yang menambah kekhawatiran. Saya melihat sendiri, saat ibu warung menuangkan air panas ke dalam gelas, seketika gelas terpecah menjadi dua dengan suara yang keras. Gunawan langsung terkaget, kemudian dia bilang, "wahh... ada apa nih? INI SUATU PERTANDA..."
Saat-saat itu tiba, jam 03.00 saya udah kordinasi sama temen-temen yang berjumlah 14 orang, via sms dan call agar menghindari keributan. Michael saya minta menghubungi Alex, tourguide di Karimunjawa, untuk mengantarkan pelampung yang akan kami pakai. Setidaknya itu satu-satunya alat keselamatan yang bisa diandalkan. Menjelang jam 04.00 semuanya sudah siap. Kemudian bersama-sama kami keluar dari wisama dengan seribu perasaan mencekam. Layaknya imigran gelap, saya melihat teman-teman membawa tas-tas besar menerobos kegelapan menuju kapal nelayan.
Semuanya telah siap. ABK menjejakkan tongkat pelan untuk menghanyutkan kapal ke tengah laut. Setelah di laut dalam dan jauh dari pulau, barulah ABK menyalakan mesin dan tancap gas. Saya sudah memasrahkan diri kepada Dia yang berkuasa atas nyawa saya. Tapi untuk jaga-jaga, sebenernya saya udah titip mesej ke temen-temen di FB, "kalau sampe sore tidak ada kabar dari saya, tolong hubungi tim SAR atau polisi..." Hahaha
Sebenernya, sebulan sebelumnya saya berkunjung ke sini dengan grup yang berbeda untuk merayakan tahun baru 2011. Pun saya dan kawan-kawan mengalami hal yang sama, terdampar beberapa hari. Simak keseruankami dalam pesta kemban api tahun baru di Karimunjawa di sini
Dari awal ibu sudah wanti-wanti, "apa ndak nanti saja ke Karimunjawanya? Sekarang masih musim barat..." Dan nasihat-nasihat lain yang intinya, jangan berangkat sekarang. Tapi bodohnya anak ibu, tetep saja memaksakan diri karena percaya pada info yang diberikan orang Karimunjawa. Jelas saja mereka bilang, "tanggal segitu cuaca bagus!" Kalo mereka bilang jelek, berarti kurang cerdik. Karena sama saja menolak rejeki.
Bak ucapan mamak Malin, ucapan ibuku menjadi nyata. Saya dan temen-teman terdampar di Karimunjawa sampa dua hari. Dari awal kedatangan kami di sana, cuaca memang sering uring-uringan, kadang cerah, tapi seketika mendung gelap mencekam. Kami khawatir nasib kami akan seperti para wisatawan yang terdampar behari-hari, kehabisan bekal, dan tidak bisa kerja atau kuliah. Hingga masuk media cetak dan elektronik.
Akhirnya dengan penuh perasaan cemas akan keputusan yang diambil, kami membulatkan diri untuk menggunakan kapal nelayan yang menurut saya sangat riskan untuk nyebrang ke Jepara. Berkali-kali saya menanyakan ke teman-teman yang lain, "apakah kalian yakin menggunakan kapal nelayan dengan resiko yang sangat tinggi? Kapal akan mudah oleng karena gelombang tinggi laut Jawa..." Ternyata semuanya menjawab, "iya." walaupun wajah mereka berkata tidak. GOD!!! padahal jawaban yang saya inginkan adalah, "yaudahlah... nanti aja nunggu kapal Muria..." Huffh... Mau ngga mau saya harus bertanggung jawab atas keselamatan mereka, dan ikut dengan "kapal bajak laut".
Hari sebelumnya, saya bertemu dengan dua teman perjalanan kami asal Jerman, Kristin dan Alex di pelabuhan fery saat memancing, dan bercerita tentang rencana kami untuk menyeberang menggunakan kapal nelayan. "Umur... Please don't do that. How if the ship broken? There's no chance for you..." Kristin berkata sambil memelas. Tapi karena tekad sudah bulat, ya mau ada kesempatan ato enggak, hajarrrrrr!!!
Akhirnya malam yang menegangkan tiba. Sejak maghrib kita sudah menyusun rencana. Nahkoda kapal menarik saya ke samping warung alun-alun yang gelap. Sambil berbisik, dia memberitahu rencana keberangkatan kita di waktu fajar nanti. Kita berencana berangkat jam 04.00 untuk kucing-kucingan dengan Syahbandar. Si Bapak dan Ibu warung tak mau ketinggalan, di tengah keremangan wajah misterius mereka berbisik, "awas... jangan sampai ada yang tahu dengan rencana kita. orang syahbandar punya banyak mata-mata.."
Rencana tersusun dengan rapih, dengan mengendap-endap di kegelapan malam kita akan keluar dari wisma menuju prahu nelayan. Jam 22.30 teman-teman sudah masuk ke kamar masing-masing. Entah mereka bisa tidur atau tidak, tapi saya masih diliputi kegelisahan. Ternyata teman saya, Gunawan, juga demikian. Sejak sore saya lihat air wajahnya sangat tegang. Ketika kita ngobrol di teras wisma malam itu, dia mengungkapkan ketidakyakinannya. Dengan jawaban seadanya saya bilang, "kalau nggak yakin ya jangan dipaksa, ntar aja nunggu Muria."
Untuk mengalihkan kegelisahan, di tengah malam itu saya ke warung untuk makan. Saya pesen mie plus nasi. Tak berapa lama, Gunawan menyusul masih dengan wajahnya yang terlihat tegang. "Kopi bu..." dia bilang. Dan di sinilah terjadi peristiwa yang menambah kekhawatiran. Saya melihat sendiri, saat ibu warung menuangkan air panas ke dalam gelas, seketika gelas terpecah menjadi dua dengan suara yang keras. Gunawan langsung terkaget, kemudian dia bilang, "wahh... ada apa nih? INI SUATU PERTANDA..."
![]() |
Perairan Karimunjawa dengan cuaca mendung. Photo by Anggi |
Semuanya telah siap. ABK menjejakkan tongkat pelan untuk menghanyutkan kapal ke tengah laut. Setelah di laut dalam dan jauh dari pulau, barulah ABK menyalakan mesin dan tancap gas. Saya sudah memasrahkan diri kepada Dia yang berkuasa atas nyawa saya. Tapi untuk jaga-jaga, sebenernya saya udah titip mesej ke temen-temen di FB, "kalau sampe sore tidak ada kabar dari saya, tolong hubungi tim SAR atau polisi..." Hahaha
Sebenernya, sebulan sebelumnya saya berkunjung ke sini dengan grup yang berbeda untuk merayakan tahun baru 2011. Pun saya dan kawan-kawan mengalami hal yang sama, terdampar beberapa hari. Simak keseruankami dalam pesta kemban api tahun baru di Karimunjawa di sini
Sunday, 9 January 2011
Trip Karimunjawa: Un Viaggio per Il Paradiso (Part I)
Hadiah tahun baru yang indah di Karimunjawa
Setelah kurang lebih 2 bulan kita merencanakan perjalanan ke Karimunjawa, akhirnya akhir tahun 2010 sampai awal tahun 2011 kami berada ke pulau seribu kenangan ini. Dimana kita merasa gembira, sedih, cemas, duka, terharu, merana, terpesona, jatuh cinta, derita, tawa, dan lara. Itu semua kita lalui dengan 19 orang dari berbagai macam daerah, suku, bahasa, dan agama yang berbeda namun bersatu untuk saling berbagi kebahagiaan. Ke-19 orang itu dilihat dari kota keberangkatan adalah; Ero, Sang, Rhaga, Witri Dhini, dan Pravi dari Jakarta, Adrian, Imelda, Lova, dan Eka dari Bekasi, Erny dari Bandung, Sem dan Tikno dari Semarang, Bayu, Anggi, Vina, Satria, dan Indah dari Jogja, dan saya sendiri dari Cirebon.
Tanggal 30 Desember 2010 hari Kamis, saya mengawali perjalan dari Cirebon jam 10.30 dengan menggunakan bus Coyo. Disusul dengan Rombongan Jogja yg berangkat dari Terminal Jombor. Rombongan Bekasi memulai perjalanan menjelang maghrib dari Rawamangun. Geng nEro berangkat setelah matahari terbenam. Rombongan dari Semarang bersepeda motor di tengah malam yang diguyur hujan lebat.
Jogja, Bandung, Cirebon bertemu di Terminal Terboyo Semarang saat matahari mulai hilang. Rencana awal kita mau pake bus kecil ke Jepara. Tapi karena menunggu Erny yang masih di dalam Travel Joglosemar, kita ketinggalan bus terakhir yang berangkat pukul 19.00. Akhirnya kita putuskan untuk naik travel saja. Setelah bersilat lidah dengan supir travel yang bersikap tak menyenangkan, kita mengambil travel yang lain dan meninggalkan keriuhan terminal yang macet, bising, hujan, dan becek itu tepat pukul 19.30. Dua jam kemudian, pukul 21.30 kami sampai di Pelabuhan Kartini Jepara.
Karena lapar, kita langsung menyantap makanan yang kita beli di perjalanan dari Semarang tadi. Setelah itu, ada yang langsung bersarang di Mushola deket Pub, ada juga yang nonton tv sambil ngopi, ngemih, ngecas HP. Pasangan sejoli dari semarang datang puluk 02.00 ketika langit masih menangis. Dan dengan terasa waktu berlalu begitu lama menunggu pagi. Menjelang subuh, wisatawan lain mulai berdatangan berduyun-duyun. Mereka mulai memadati pelabuhan hingga matahari terbangun dari peraduannya. Rombongan Bekasi datang lebih dulu, setelah itu barulah geng nEro datang.
Ketika loket dibuka, kami langsung menyerbunya. Kita dibagi menjadi 2 strata. Untuk rakyat jelatah masuk kelas ekonomi. Golongan ningrat tentu saja ndak mau menghirup apalagi menginjakkan sandalnya di dek economi class karena itu penghinaan buat mereka. Hahaha.. lebay. Lamaaaa kita menunggu kapal berangkat. Akhirnya kapal mengangkat jangkarnya juga pukul 09.30. Ombak yang begitu besar menggoyang Ferry yang “bangga menyatukan bangsa” sejak kami mulai meninggalkan pelabuhan sampai samar-samar pulau Jawa terlihat dan akhirnya menghilang. Tidaaaak pulau jawa hilaaang!! :p
Di dalam kapal, tidak banyak yang bisa kami lakukan karena gelombang laut semakin menjadi-jadi hingga beberapa dari kami jekpot. Kapal Motor Penumpang Muria saat itu tidak terlalu penuh. Beberapa orang bisa memakai lebih dari satu kursi untuk berbaring. Selain dek tengah, dek atas adalah salah satu spot favorit para penumpang untuk tiduran atau menikmati indahnya gelombang laut yang menggulung-gulung tinggi dan terpecah oleh KMP Muria yang menyisakan buih putih. Dan salah satu moment yang tak terlupakan adalah kami melihat kawanan ikan terbang yang beberapa kali muncul ke permukan dan terbang dengan indahnya bermanufer membentu formasi yang menakjubkan. Setelah enam jam lebih kami bersama-sama mengarungi laut Jawa, akhirnya kami melihat sebuah daratan. Karimunjawaaa… here it is! Tepat jam 5 sore kami merapat ke dermaga dan ternyata sudah ditunggu oleh Mas Kamit yang akan membantu kita mengurus semua keperluan disini. Setelah mengabadikan moment di gerbang selamat datang, kami diantar mobil jemputan yang ternyata bayar namun digratiskan, menuju homestay.
Malam pertama kita dibagi menjadi dua homestay. Selain Bang Sang, semua geng nEro memisahkan diri. Mereka dapat homestay yang beda untuk satu malam pertama. Malam selanjutnya mereka menginap di Escape. Kami dapat 4 Kamar untuk 6 cewek dan 8 cowok. Kaum wanita dibagi rata, tapi yang laki dibagi 5 dan 3 karena satu kamar memang lebih sempit. Selain 4 kamar, kita juga punya ruang tv dan ruang tengah dengan 1 kamar mandi untuk 14 orang. *perasaan mulai nggak enak* :P
Menjelang maghrib, kita cari makan di alun-alun yang hanya berjarak beberapa meter saja. Di sana sudah ramai dengan wisatawan ataupun penduduk sekitar yang sedang main bola. Tentu saja tempat seperti itu tidak akan dilewatkan oleh para penjajah makanan. Dari mulai tela-tela sampai es pisang hijau ada di sana. Setelah itu kami kembali ke homestay dan bergantian menggunakan kamar mandi dan bersiap-siap ke pantai Escape to celebrate new year 2011.
Malam-malam tak terlupakan di Karimunjawa was just begun at that night. Sepanjang perjalanan kami ke pantai Escape, hilir mudik muda mudi entah itu the origin atau turis. Dan setelah melewati bibir pantai dan naik turun bukit, akhirnya kita sampai di pantai Escape. Di sana sudah ada geng nEro yang sedang asyik bercengkrama. Sampai di sana kita langsung menyantap hidangan yang sudah tersedia. Kita menikmati makan malam bersama dengan semilir angin yang membuat saya seakan masih bergoyang-goyang seperti di KMP Muria siang tadi.
Tak sabar menunggu detik-detik pergantian tahun, kembang api mulai kami nyalakan. Suaranya memekakkan telinga memecah keheningan di pulau ini. Cahayanya bersinar terang di langit Karimunjawa yang agak mendung saat itu. Rupanya kembang api kami memancing orang lain untuk memyalakannya juga. Tapi itu hanya pemanasan saja. Karena pergantian hari masih cukup lama. Kami kembali bercengkrama, mengawali acara dengan memperkenalkan diri satu sama lain karena memang banyak di antara kami yang belum saling kenal. Selanjutnya acara bebas. Ada yang bermain kartu, ngobrol-ngobrol, dan tentu saja berfoto-foto. Sementara itu, pelayan Escape tengah menyiapkan ikan-ikan yang akan kita bakar dan santap lagi. Tapi karena asiknya bersenda gurau dengan teman, kita malah jadi males bakar. Akhirnya mereka juga yang bakar ikan kita. Setelah matang, barulah kita menikmatinya. Walau sudah tidak terlalu berselera, beberapa dari kita tetep menyantap ikan tongkol dan kakap merah yang menggoda di atas meja.
Detik-detik pergantian tahun semakin dekat. Suara dan nyala kembang api mulai riuh rendah terdengar dari berbagai penjuru pulau. Selain rombongan kami, ada juga satu rombongan lain dilokasi pantai Escape itu. Satu demi satu kembang api diluncurkan. Dan puncaknya ketika tahun dan hari berganti. Langit Karimunjawa yang gelap menjadi terang karena kembang api. Para kru kapal Muria tak mau ketinggalan moment. Mereka menembakkan suar tanda bahaya ke langit. Sesaat saya teringat adegan film Titanic. Kru kapal juga beberapa kali menyalakan sinyal kapal yang menambah suasana pergantian tahun menjadi ramai.
Setelah tahun berganti dan memberikan selamat satu sama lain. Kita kembali bercengkrama. Namun kali ini ada yang request diramal. Akhirnya acara meramal menggunakan kartu remi pun tak terelakkan lagi. Dari mulai jodoh, karir, sampai meramal kapan lulus kuliah. Haha…
Setelah dirasa hari kian beranjak pagi, kami berkemas untuk pulang ke Homestay. Menyiapkan tenaga untuk snorkeling dan hopping island seharian besok. Ikan kakap merah dan tongkol yang masih banyak dimeja kami bungkus untuk makan besok. Kami melewati satu malam baru yang berkesan dengan teman-teman baru yang menyenangkan.
Pagi hari di hari pertama tahun 2011. Awal tahun baru yang cerah. Hari ini kita akan menghabiskan seharian full keliling pulau dan bersenorkeling ria. Setelah bergantian mandi, kita sarapan dulu di alun-alun. Setelah itu baru berangkat ke pelabuhan nelayan yang jaraknya hanya beberapa meter saja dari alun-alun. Di sana guide dan ABK sudah tak sabar menunggu rombongan yang bersemboyan “lugu outside liar inside” ini. Haha.. habisnya keliatannya aja pada diem-diem. Padahal…
Trip Karimunjawa part II silahkan ke sini.
Subscribe to:
Posts (Atom)